BPIP Respon Hasil Ijtima MUI ke-8, soal Pengucapan Salam dan Hari Raya Lintas Agama

BPIP Respon Hasil Ijtima MUI ke-8, soal Pengucapan Salam dan Hari Raya Lintas Agama

KIRAB PANCASILA- Kirab Pancasila BPIP Tahun 2024 digelar di Jalan Jenderal Sudirman sampai dengan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu, 26 Mei 2024.-BPIP-

Pancasila sebagai ijtihad yang sudah disepakati oleh semua pihak (sehingga menjadi ijma/konsensus tertinggi, terlengkap, dan paling mengikat/binding) memiliki derajat keislaman yang telah diuji dan dibuktikan secara substantif.

Pancasila tidak dihegemoni oleh ajaran agama tertentu, namun Pancasila merepresentasi substansi dari ajaran agama. Dalam negara Pancasila, ajaran Islam yang bersifat “Ubuddiyyah” dipegang teguh secara pribadi dan menjadi spirit dan inspirasi dalam mengaktualisasi moralitas diri menjadi manusia yang berkualitas dalam ber-“Mu’amalah”, baik bermuamalah secara sosial maupun berkenegaraan.

Agama menjadi inspirasi batin dalam merepresentasikan nilai kemanusiaan dan persatuan yang tinggi, sehingga semakin beragama seseorang, semakin ia akan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

Secara sosiologis, hasil ijtima tentang pelarangan ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan mengancam eksistensi Pancasila dan keutuhan hidup berbangsa yang sejak dahulu kala telah terkristalisasi menjadi sebuah kearifan lokal.

Tradisi ini telah menjadi bagian yang diwariskan sejak ratusan tahun oleh nenek moyang kita. Keutuhan bangsa yang telah hidup ratusan tahun ini tidak boleh direduksi oleh kelompok keagamaan tertentu yang berpotensi mempolarisasi, mendisharmonisasi, dan mendisintegrasi keutuhan berbangsa.

Secara yuridis Islam, hasil ijtima yang dibuat hanya memiliki daya yang mengikat secara internum umat muslim dalam forum keagamaan muslim, sehingga tidak boleh dipaksakan ke dalam forum publik secara eksternum karena akan mereduksi nilai-nilai persatuan dan penghargaan terhadap kemajemukan berbangsa.

Secara konstitutif, Pancasila sebagai dasar hukum tertinggi harus menjadikan seluruh kebijakan tunduk dan mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Pancasila menjadi pedoman dalam setiap penyusunan produk hukum dan kebijakan yang menyangkut kepentingan umum.

Kehadiran negara dan peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjaga eksistensi Pancasila di ruang publik demi terciptanya kesetaraan bagi setiap warga negara. Bahwa setiap yang telah menyatakan dirinya sebagai bangsa Indonesia, dan memiliki KTP Warga Negara Indonesia, wajib melaksanakan konsensus Pancasila, yang dalam hal ini dengan melaksanakan toleransi dan menghormati perbedaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Sumber: