Digipay, Wujud Transparansi dan Akuntabilitas Belanja Pemerintah

Digipay, Wujud Transparansi dan Akuntabilitas Belanja Pemerintah

--

Cakupan penggunaan Digipay secara nasional tersebut termasuk di dalamnya realisasi di wilayah provinsi Jawa Tengah yang mencapai sebanyak 992 transaksi dengan nilai sebesar Rp2.967 milar yang dilakukan oleh 416 satker Kementerian/Lembaga dengan 275 vendor UMKM. 

Nilai transaksi sebesar Rp2,967 milar tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan total pagu anggaran belanja barang yang dikelola seluruh satker Kementerian/Lembaga pengelola APBN di provinsi Jawa Tengah yang sebesar Rp15,3 trilliun meliputi 1.191 satker Kementerian/Lembaga. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak potensi/peluang bagi pelaku UMKM untuk dapat terus meningkatkan transaksi melalui Digipay dan memperluas pasar ke depannya. 

Di lain pihak, kesadaran satker Kementerian/Lembaga dalam transparansi dan akuntabilitas belanja pemerintah juga semakin meningkat, dengan mulai beralih dan membiasakan ke belanja digital dari sebelumnya belanja konvensional.

Sebagai instrumen yang masih relatif baru dalam pengadaan barang/jasa dan pembayaran belanja pemerintah tentu masih banyak potensi yang bisa digali, namun juga tidak terlepas dari tantangan. 

Tantangan yang dihadapi diantaranya terdapat banyak user satker Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam Digipay, dimana dalam bertransaksi terdapat 5 user yang terlibat yaitu Pemesan Barang, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan Barang/Jasa (PBJ), Penerima Barang, serta Bendahara Pengeluaran. Butuh koordinasi dan pemahaman lebih terkait teknologi informasi atau platform yang digunakan yang tidak semua orang bisa memahami dengan mudah. Bandingkan dengan sistem marketplace atau start up lain, cukup 1 user sudah bisa digunakan untuk bertransaksi.

Selain itu, masih banyak vendor UMKM yang tidak bersedia membuka rekening di bank yang sama dengan rekening Bendahara Pengeluaran sebagai persyaratan untuk masuk dalam Digipay. Kurangnya petugas/operator yang handal untuk menggunakan Digipay, terbatasnya sarana yang memadai, serta jaringan internet yang tidak stabil merupakan beberapa alasan berikutnya yang menjadi kendala dari vendor UMKM. Di sisi lain, banyak vendor UMKM yang selama ini menjadi langganan satker Kementerian/Lembaga merupakan pelaku-pelaku usaha tradisional yang belum memiliki NPWP. Hal ini juga menjadi kendala dalam implementasi penggunaan Digipay, dimana salah satu persyaratan dalam bertransaksi vendor UMKM harus mempunyai NPWP.

Terlepas dari adanya beberapa tantangan yang dihadapi, penggunaan Digipay sebagai model baru dalam kegiatan pengelolaan belanja pemerintah nyatanya telah memberikan manfaat yang signifikan bagi satker Kementerian/Lembaga. Antara lain adanya efisiensi waktu dan biaya, dimana PBJ/Pemesan Barang tidak perlu keluar kantor untuk membeli barang namun cukup dipesan melalui aplikasi. 

Selanjutnya barang akan diantar dan setelah sampai/diterima serta telah sesuai dengan pesanan barulah dibayar. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tetang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa pembayaran atas beban APBN tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima. 

Dengan kondisi demikian maka dapat memberikan jaminan kualitas dan keamanan atas barang yang dibeli, terlebih di masa-masa pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar akibat adanya pandemi COVID-19, tentu sangatlah efektif dalam membatasi interaksi langsung dengan pihak/orang lain.

Manfaat lain dari Digipay adalah semakin sedikitnya uang kas (cashless) yang ada di tangan Bendahara Pengeluaran, karena transaksi pembayaran dilaksanakan secara digital. Sehingga risiko kehilangan uang juga akan semakin kecil. Adanya simplifikasi SPJ, dimana dengan sistem digital tidak memerlukan lagi banyak dokumen SPJ atau bukti-bukti pengeluaran lainnya, serta semua dapat dicetak langsung dan tersimpan aman di sistem. 

Tidak kalah penting bahwa penggunaan Digipay yang terintegrasi antara pengadaan, pembayaran, perpajakan, dan pelaporan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Seluruh transaksi tercatat dan dapat diperiksa dengan mudah (audit trail), serta tidak mungkin dilakukannya transaksi fiktif alias dapat mencegah fraud.

Dengan berbagai manfaat penggunaan yang dapat diperoleh, tentu Digipay menjadi sebuah capaian yang membanggakan. Namun demikian, kiranya perlu terus dilakukan sosialisasi, internalisasi, dan upaya perluasan kepada satker Kementerian/Lembaga serta pihak lainnya, terkait idealnya belanja pemerintah menggunakan Digipay. Selain itu, patut diupayakan penyempurnaan-penyempurnaan atas kondisi yang ada, baik dari sisi mekanisme, regulasi, maupun kemudahan sistem Digipay. 

Ke depan, layak juga untuk dijajaki melakukan perluasan kerja sama penggunaan Digipay dengan menggandeng pihak Bank Swasta (tidak hanya sebatas dengan Bank Pemerintah), Bank Pemerintah Daerah, serta perluasan segmen pasar dengan melibatkan UMKM lebih banyak lagi.

Saat ini, pemerintah melalui DJPb Kementerian Keuangan sedang mengembangkan sistem pembayaran Digipay dari separated Digipay ke integrated Digipay dengan nama Digipay Satu. 

Melalui Digipay Satu, satker Kementerian/Lembaga bisa berbelanja di semua vendor UMKM terdaftar Digipay Satu dari manapun tanpa dibatasi area dan bank rekening bendahara pengeluaran (tidak dibatasi rekening bank tertentu). Sehingga nantinya proses belanja oleh satker Kementerian/Lembaga tidak terbatas pada vendor UMKM yang rekeningnya berada di bank yang sama dengan rekening bendahara pengeluaran. Dengan demikian, upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas belanja pemerintah akan semakin nyata dapat segera diwujudkan secara luas, demi Indonesia yang lebih baik lagi.

Sumber: