Sindir Jokowi Lupa Jasa Megawati karena Lebih Pilih Ganjar daripada Puan, Kader Demokrat: Wah Durhaka sama Ema
Politisi Partai Demokrat mengomentari sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai lebih mendukung Ganjar Pranowo dibanding Puan Maharani. Jokowi pun disindir Deputi Balitbang DPP Demokrat, Yan Harahap, sepertinya lupa jasa Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
Sebelumnya sebagaimana yang diketahui, saat Pilpres 2014 silam, Megawati memilih memberikan tiket capres ke Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla saat itu. Megawati juga disebut punya andil besar mengantarkan Jokowi dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga presiden dua periode.
“Wah… ‘durhaka’ sama emak,” sindir Yan Harahap seperti yang dikutip dari akun Twitternya, Senin (23/5).
Sementara itu, Pengamat politik Saiful Anam menyebut sudah terdapat dua kubu dalam tubuh PDI Perjuangan yaitu kubu Istana atau kubu Jokowi dan kubu Megawati Soekarnoputri.
Benih-benih perpecahan di tubuh PDI Perjuangan semakin terlihat setelah Presiden Jokowi menyiratkan akan memberikan dukungan untuk Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
Jokowi seakan menjawab pertanyaan publik bahwa dirinya tidak akan memilih Puan Maharani yang didukung oleh PDIP dan Megawati Soekarnoputri.
Saiful Anam mengatakan, dengan adanya pernyataan Jokowi di acara Rakernas Projo, dapat disimpulkan saat ini secara politik bukan hanya benih-benih perpecahan, tapi merupakan awal dari perang terbuka dengan Megawati.
Saiful melihat, sebagai orang didukung oleh Projo, Jokowi bisa saja memerintahkan Projo untuk tidak mengundang tokoh selain Ganjar Pranowo untuk hadir dalam acara tersebut.
“Dengan konsekuensi kalau ada tokoh yang sudah mulai disebut-sebut merupakan salah satu kandidat pada kesempatan 2024 yang akan datang, bisa jadi Jokowi enggan atau tidak menghadiri acara tersebut,” ujar Saiful, Minggu (22/5).
Acara tersebut kata Saiful, juga bisa digunakan oleh Ganjar untuk mempublikasikan bahwa dirinya mendapat dukungan politik dari Projo dan Jokowi.
Atas dinamika yang muncul belakangan ini, publik bisa menyimpulkan telah terjadi pembelahan di PDIP.
“Sudah terdapat dua kubu dalam tubuh PDIP, yaitu kubu istana (Jokowi) dan kubu Megawati (PDIP). Keduanya bisa jadi terus berjarak semakin mendekati Pemilu,” jelas Saiful yang juga Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI) ini. (poj/faj/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: