Krisis Parah, dr Tifa Kritik Jokowi: Presiden yang Ada Underspect, Bisa Ditukar Tambah?

Krisis Parah, dr Tifa Kritik Jokowi: Presiden yang Ada Underspect, Bisa Ditukar Tambah?

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan, ekonomi seluruh negara di dunia tengah mengalami tekanan yang sangat besar. 

Ada beberapa hal yang mendasari. Salah satunya pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 masih belum sempurna. 

Namun kemudian dunia dihadapi dengan kenaikan harga komoditas akibat konflik antara Rusia dan Ukraina.

Belum lagi tekanan lain yaitu normalisasi kebijakan moneter negara maju. Seperti Amerika Serikat (AS). Hal ini mendorong angka inflasi terus menanjak.

"Saat ini kita mengalami krisis yang sangat parah. Ini memperburuk gangguan pada rantai perdagangan dunia dan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global," terang Destry dalam diskusi virtual bertajuk Strengthening Economic Recovery Amidst Heightened Uncertainty, pada Sabtu (23/4) kemarin.

Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi hanya 3,6 persen dari sebelumnya 4,4 persen.

Tekanan ekonomi dunia ini mengakibatkan terbatasnya aliran modal ke negara emerging market. 

Ini seiring meningkatnya risiko capital reversal ke aset-aset safe haven, yang berpotensi memberikan tekanan lebih ke negara-negara berkembang. Termasuk Indonesia.

Namun, lanjutnya, Indonesia cukup beruntung. Dampak konflik Rusia dengan Ukraina ke Indonesia tidak terlalu besar. 

Bahkan Indonesia bisa mendapat beberapa keuntungan dari konflik tersebut karena kenaikan harga komoditas.

"Kita sangat beruntung. Jika melihat dampak langsung konflik Rusia dan Ukraina ke Indonesia sangat terbatas. Bahkan dalam batas tertentu Indonesia mendapatkan keuntungan," papar Destry.

Kenaikan harga komoditas membuat ekspor Indonesia melaju kencang. Diketahui, Indonesia adalah negara yang berbasis komoditas. 

Ekspor Indonesia berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. Nilai ekspor pada Maret 2022 tercatat mencapai USD 26,50 miliar.

Terkait hal ini, dokter Tifauziah Tyasumma atau dr Tifa kembali mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: