Dokter Sunardi Ketakutan Saat Dikejar, Jubir Keluarga: Bisa Jadi Dikira Penjahat karena Tak Berseragam
Tindakan tegas dan terukur Densus 88 Antiteror menembak mati dokter Sunardi di Sukoharjo, Jawa Tengah masih memicu perdebatan di masyarakat. Apalagi ternyata polisi menegaskan dokter Sunardi bukan terduga tapi tersangka.
Juru bicara keluarga Sunardi, Endro Sudarsono menyampaikan dokter Sunardi mengemudikan mobilnya sendirian saat hendak ditangkap Densus 88 Antiteror, Rabu (9/3) malam.
Dikatakan Endro, saat penangkapan dokter Sunardi merasa takut sehingga mobilnya hilang kendali dan menabrak pagar rumah warga. Ketakutan dokter Sunardi diprediksi muncul, karena petugas Densus 88 saat menangkapnya tidak berseragam.
“Kalau pakai seragam, pasti penyikapannya lain,” jelasnya kepada wartawan, Jumat (11/3).
Bisa saja, saat itu dokter Sunardi mengira petugas adalah pelaku kejahatan. Sehingga dia berusaha menghindar dan terjadi kejar-kejaran sampai mobilnya menabrak pagar tembok rumah warga.
“Yang jelas itu ada pengadangan. Seperti ada ketakutan dan kejar-kejaran, terus menabrak,” urainya.
Endro mengaku belum bisa mengetahui lokasi penembakan dilakukan petugas. Tapi dari keterangan beberapa pihak yang diterimanya, dokter Sunardi masih hidup, ketika dibawa ke Poliklinik Bhayangkara setelah menabrak.
“Tapi ketika dibawa ke RS Bhayangkara Semarang, sudah tiada,” kata Sekretaris The Islamic Study and Action Center (ISAC) ini.
Sepengetahuannya, dokter Sunardi memang biasa mengemudikan sendiri mobilnya. Meskipun dokter tersebut memakai tongkat penyangga, akibat kecelakaan yang pernah dialaminya.
Sementara itu, pengamat hukum Chandra Purna Irawan SH MH (Ketua LBH Pelita Umat) menjelaskan status Densus 88 adalah penyidik dan penegak hukum, bukan algojo atau mesin pembunuh.
Tindakan penembakan yang dilakukan densus 88 yang mengakibatkan tewasnya dokter Sunardi menurut penasihat hukum tersebut tidak bisa dibenarkan.
Berdasarkan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), seseorang atau siapapun terbebas dari segala tuduhan melainkan atas kekuatan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah).
“Ingat, dokter Sunardi belum pernah diadili, diperiksa pun tidak. Tapi densus telah menembak mati dengan dalih terafiliasi JI. Sementara itu, OPM yang jelas membunuh dan menyebar teror, tidak ditangkap oleh Densus 88,” tegasnya.
Sehingga, menurutnya, tindakan eigenrighting (main hakim sendiri) densus ini merusak institusi Polri. Tindakan ini, tak layak dilakukan oleh aparat yang gajinya berasal dari pajak rakyat. (fajar/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: