Mantan Napi Koruptor Ikut Nyalon di Pemilu dan Pilkada, Demokrasi Jadi Tak Sehat

Mantan Napi Koruptor Ikut Nyalon di Pemilu dan Pilkada, Demokrasi Jadi Tak Sehat

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur pencalonan dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur pencalonan kepala daerah.

“Di Pilkada, mantan terpidana kasus korupsi baru bisa mencalonkan lima tahun setelah bebas murni. Di Pileg, mantan terpidana kasus korupsi harus mendeklarasikan dirinya pernah menjalani hukuman karena kasus korupsi,” jelasnya.

Diketahui, sejumlah mantan napi narapidana kembali terjun ke dunia politik. Misalnya, mantan napi Samsu Umar Abdul Samiun menyatakan kesiapannya maju di Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara (Pilgub Sultra) 2024.

Mantan Bupati Buton ini tetap bersemangat maju jadi orang nomor satu di Sultra. “Insya Allah tanpa kekhawatiran sedikit pun untuk maju (Pilgub Sultra),” katanya.

Umar merupakan mantan napi kasus sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) 2011. Dia pernah menjalani hukuman pidana terkait kasus memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Buton pada 2011.

Dia terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan divonis pidana penjara 3 tahun 9 bulan dan denda Rp150 juta subsidair tiga bulan kurungan pada 2017.

Lalu, Umar mengajukan permohonan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Kemudian MA mengabulkan pengurangan hukuman menjadi 3 tahun penjara pada 2019.

Selain itu, eks Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau Rommy masih menghadiri Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) DPW PPP Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (31/1) lalu. Rommy merupakan mantan napi perkara jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag). (edy/rm/zul)

Sumber: