Aliando Syarief Ngaku Derita Gejala OCD Sejak Kelas 2 SD: Balik Lagi Setelah Umur 25 Tahun

Aliando Syarief Ngaku Derita Gejala OCD Sejak Kelas 2 SD: Balik Lagi Setelah Umur 25 Tahun

Fans aktor ganteng Aliando Syarief dibuat terkejut dengan pengakuan sang idola menderita gangguan mental atau mental illness. Pengakuan Aliando Syarief itu diungkapkannya saat siaran langsung di Instragram, Kamis (27/1) lalu.

Aliando mengakui didiagnosis menderita gangguan obsesif kompulsif atau Obsessive Compulsive Disorder (OCD) sejak 2019 silam. OCD kadang-kadang disebut juga sebagai mental disorder.

Karena didiagnosis itu pulalah yang mentebabkannya sempat vakum dari dunia hiburan. Bahkan Aliando Syarief mengaku kondisinya cukup ekstrem, dan membuatnya seperti berdebat dengan pikirannya sendiri.

"Cukup mengganggu karena rasanya campur aduk. kita kayak berantem sama pikiran sendiri. (Misalnya) Lagi main tiba-tiba disuruh ngulang sama pikiran gue. Kalau nggak, akan ada yang celaka," tutur pemain Ganteng-ganteng Serigala (GGS) ini.

Ia menambahkan dirinya sudah mengalami gejalanya saat masih kelas 2 SD. Kondisinya kemudian stabil, lalu gangguan itu balik lagi umur 25 sekarang.

Orang dengan OCD memiliki pikiran dan dorongan yang tidak dapat dikendalikan dan berulang (obsesi), serta perilaku (paksaan) kompulsif.

Media kesehatan halodoc mencontohkan perilaku kompulsif adalah mencuci tangan 7 kali setelah menyentuh sesuatu yang mungkin kotor. Pikiran dan tindakan tersebut berada di luar kendali pengidap.

Meski pengidap mungkin tidak ingin memikirkan atau melakukan hal tersebut, tetapi ia tidak berdaya untuk menghentikannya. Dengan kata lain, OCD dapat memengaruhi secara signifikan kehidupan pengidapnya.

Selain itu gangguan mental ini tidak bisa disembuhkan. Tapi bisa dikendalikan lewat terapi dan latihan-latihan untuk menahan dorongan untuk melakukan ritual kompulsif.

Sedangkan penggunaan obat psikiatri tertentu untuk membantu mengontrol obsesi dan kompulsi OCD. Paling umum, antidepresan yang akan dicoba terlebih dahulu.

Sejauh ini para ahli mencurigai beberapa hal. Pertama Biologi, perubahan kimiawi alami tubuh atau fungsi otak. Kedua Genetika, tetapi gen spesifik belum diidentifikasi.

Ketiga, Proses Belajar, yakni dari mengamati anggota keluarga atau secara bertahap dipelajari dari waktu ke waktu.

Memiliki orang tua atau anggota keluarga lain dengan gangguan tersebut dapat meningkatkan risiko seseorang mengembangkan OCD. Ada juga mungkin terkait dengan peristiwa hidup yang penuh tekanan.

Jika kamu pernah mengalami peristiwa traumatis atau stres, risiko bisa meningkat. Reaksi ini mungkin, untuk beberapa alasan, memicu pemikiran yang mengganggu, ritual dan karakteristik tekanan emosional OCD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: