Tanah Sawahnya Akan Dipasangi Plang oleh Tentara, Warga di Deliserdang Bentrok dengan TNI AD

Tanah Sawahnya Akan Dipasangi Plang oleh Tentara, Warga di Deliserdang Bentrok dengan TNI AD

Lantaran areal persawahannya akan dipasangi plang, warga Desa Seituan, Pantai Labu, Deliserdang, Sumut bentrok dengan prajurit TNI AD, Selasa (4/1) lalu. Kericuhan yang terjadi di lahan persawahan itu diduga terkait konflik lahan seluas 65 hektare.

TNI AD mengklaim jika areal persawahan yang saat ini dikuasai masyarakat adalah milik Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopad) A Dam I/BB. Ini sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA).

Kericuhan itupun kemudian viral, karena sempat direkam, diunggah, serta disiarkan langsung salah seorang petani melalui akun Facebook Samarya Uyee Samarya Parbellakk. 

Kericuhan awalnya hanya terjadi di jalan desa. Tapi lama kelamaan bergeser sampai memasuki areal persawahan.

Beberapa personel TNI AD terlihat berlumpur, karena terlibat keributan dengan masyarakat di area persawahan yang baru beberapa hari ditanami. ”Tolong….tolong kami. Tuhan Tolong kami masyarakat dipukuli,” ucap pemilik akun Facebook tersebut sembari menayangkan video siaran langsung.

Konflik ini ternyata sudah lama terjadi, namun sampai saat ini kedua belah pihak masih mengklaim masing-masing kepemilikannya. Kepala Desa Seituan, Parningotan Marbun menyebut pihak Puskopad sudah lama meminta agar warga mengosongkan lahan pertanian seluas 65 hektare tersebut.

Hanya saja masyarakat tidak mau bergeser, lantaran beralasan lahan sudah dikuasai dari zaman kakek neneknya. “Sesudah jadi bandara ini, mereka ngaku-ngaku HGU nya ini. Dulu-dulu nggak pernah diperdebatkan dijaman kakek saya. Semenjak ada bandara ininya seperti ini,” ucap Parningotan Marbun.

Dikutip dari pojoksatu.id, dia sangat menyayangkan kericuhan, Selasa (4/1) pagi itu. Disebutkannya, dalam kejadian itu tiga anak-anak juga ikut menjadi korban, karena dipijak oknum TNI dan harus dibawa berobat.

“Anak-anak masih SMP dan 13 tahun jadi korban. Karena masyarakat saya dipijak ya saya juga nggak terima,” katanya.

“Ini kita mau ngadu ke Komnas Perlindungan Anak juga ini supaya tahu Bapak Aris Merdeka Sirait. Ya saya nggak tahu kenapa bisa sampai gitunya kali, ya mungkin emosi TNI nya,” kata Parningotan Marbun.

Ia mengaku tidak melihat langsung peristiwa kericuhan karena saat itu ia sedang mengikuti rapat di Polresta Deliserdang. Saat itu dirinya langsung mendapat telepon terus dari masyarakat.

Setelah dirinya datang, pihak Puskopad TNI AD pun sudah tidak ada lagi di lokasi. “Kalau sudah diginiin masyarakat saya, yang jelas perlu hukum bertindak karena sudah melampaui pemerintah desa mereka bertindak,” jelasnya.

“Sudah dari dulunya dikuasi masyarakat tanah itu. Ada 160-an orang juga itu masyarakat yang punya selama ini,” kata Parningotan.

Disebut masyarakat tidak bersedia meninggalkan lokasi karena 98 persen adalah bekerja sebagai petani. Hanya dua persen saja masyarakatnya yang bekerja sebagai nelayan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: