Aspirasi Politik Tak Langgar Khitah Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdliyin atau warga Nahdlatul Ulama (NU) tidak dilarang berpolitik. Kader Nahdlatul Ulama yang ingin menyalurkan aspirasi politik ke partai politik (parpol) tidak melanggar garis besar perjuangan atau khitah NU.
"Menyalurkan aspirasinya ke suatu partai politik, tidak berarti bertentangan dengan khitah. Kalau itu bertentangan, berarti kita menuduh para ulama dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) melanggar khitah," kata Wapres Ma'ruf Amin, Rabu (22/12).
Dia menyebutkan dua hal berkaitan dengan komitmen Nahdlatul Ulama (NU) dalam kehidupan masyarakat. Pertama, aktivitas Nahdlatul Ulama (NU) berkaitan langsung dengan sektor pendidikan dan penyampaian dakwah.
"Ada dua hal yang kita melihat ketika menghadapi umat, itu Nahdlatul Ulama (NU) langsung melakukan langkah-langkah melalui dakwah, juga pendidikan," imbuhnya.
Namun, ketika berhadapan dengan kondisi kenegaraan, kebijakan, dan perundang-undangan, sebagai masyarakat negara demokrasi, Nahdlatul Ulama (NU) dapat menggunakan partai politik untuk menyalurkan aspirasi politik.
"Sebagai negara demokrasi, ada saluran-salurannya. Yaitu lembaga demokrasi. Maka, di situ pentingnya peran parpol untuk membuat dalam rangka mengundangkannya. Di sinilah peran parpol," tuturnya.
Sebelum 1952, lanjut Maruf, Nahdlatul Ulama (NU) berperan dalam pembentukan serta bergabung dengan Masyumi, partai politik yang menyalurkan aspirasi politis umat Islam di Indonesia saat itu.
"Ketika sebelum 1952, memang Nahdlatul Ulama (NU) dalam menyalurkan aspirasi politik menggunakan Masyumi sebagai parpol," terangnya.
Nahdlatul Ulama (NU), papar Ma'ruf Amin, bagian dari Masyumi. Tetapi, ketika Masyumi dianggap oleh Nahdlatul Ulama (NU) tidak lagi bisa menjadi saluran aspirasi, Nahdlatul Ulama (NU) mengubah dirinya menjadi parpol.
Karena itu, NU merupakan organisasi perbaikan yang membawa perubahan. Baik pada masalah keagamaan maupun kemasyarakatan. Sehingga Nahdlatul Ulama (NU) harus melakukan penyesuaian sesuai dengan kemaslahatan.
"Ketika perlu ada parpol, di sinilah kemudian Nahdlatul Ulama (NU) melakukan penyesuaian sesuai dengan kemaslahatan," pungkasnya. (rh/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: