Nasib Bebas

Nasib Bebas

Oleh: Dahlan Iskan

SEJAK umur 18 tahun ia sudah masuk penjara. Ia sial. Entah di mana letak sial itu dalam peta kehidupan manusia.

Ia baru dibebaskan dari penjara pekan lalu. Ketika umurnya sudah 62 tahun. Ia dinyatakan tidak bersalah —setelah 44 tahun di dalam penjara.

Itulah nasib Kevin Strickland. Ia dituduh ikut melakukan pembunuhan tiga orang di Kansas City. 1979.

Sejak ditangkap, sampai di pengadilan, pun sampai dipenjara puluhan tahun, Kevin tetap mengaku tidak bersalah.

Sikap itulah yang membuat hukumannya berat: seumur hidup. Sedang dua pelaku pembunuhan lainnya langsung mengaku bersalah. Bahkan sejak ditangkap polisi. Hukuman mereka 20 tahun —dan hanya perlu menjalaninya tidak sampai 10 tahun.

Di Amerika seseorang yang mengaku bersalah tidak perlu diadili di depan dewan juri. Hakim langsung membuat putusan. Sikap seperti itu juga bisa mengurangi hukuman.

Sedang Kevin harus diadili. Ia tidak mau mengaku bersalah. Malam pembunuhan itu, katanya, ia lagi menonton televisi. Di rumahnya. Bersama ibunya.

Kevin memang kenal dengan dua pelaku penembakan itu. Mereka berteman. Tapi malam itu tidak ikut serta ke rumah korban.

Tapi polisi menemukan sidik jari Kevin di mobil pelaku. Di sini sialnya. Padahal bisa saja sidik jari itu terjadi sebelum pembunuhan.

Kevin dijatuhi hukuman seumur hidup. Sang ibu sampai tidak berharap akan bisa berkumpul lagi dengan sang anak. Demikian juga dua adik Kevin. Tapi mereka masih sesekali menengok Kevin di penjara. Tidak jauh dari rumahnya. Hanya sekitar 40 menit naik mobil.

Penjara itu di kota kecil Cameron. Yang letaknya di utara Kansas City, Missouri.

Memang polisi menemukan indikasi pelaku pembunuhan itu tiga orang. Yang dua sudah ditangkap. Yang satu masih harus dicari. Maka malam itu Kevin dijemput polisi di rumahnya.

Di samping soal sidik jari, masih ada satu kesaksian yang membuat Kevin masuk penjara: Cynthia Douglas.

Sumber: