Soal Permendikbudristek Nomor 3/2021, Fikri Faqih Sebut Tidak Sesuai Norma Hukum di Indonesia

Soal Permendikbudristek Nomor 3/2021, Fikri Faqih Sebut Tidak Sesuai Norma Hukum di Indonesia

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul FIkri Faqih menilai ketentuan tentang persetujuan seksual yang tercantum dalam Permendikbudristek Nomor 3/2021 tidak dikenal di dalam norma hukum di Indonesia.   

Konsensus yang disepakati sesuai norma Pancasila dan UUD 1945 adalah bahwa hubungan seksual baru boleh dilakukan dalam konteks lembaga pernikahan.

Kata Fikri Faqih, polemik tentang persetujuan seksual muncul setelah Mendikbudristek RI Nadiem Anwar Makarim menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi pada September lalu. 

Dalam permendikbudristek tersebut tercantum frasa tanpa persetujuan korban yang mengacu kepada definisi kekerasan seksual dalam Pasal 5 pada Ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m. 

"Dalam frasa “tanpa persetujuan korban” terkandung makna persetujuan seksual atau sexsual concern. Artinya hubungan seksual dibolehkan asal dilakukan atas dasar suka sama suka,” katanya.

Itu tentu bertolakbelakang dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia, tambah Fikri Faqih, dimana perzinahan dianggap sebagai perilaku asusila dan diancam pidana.   

Pasal 284 KUHP misalnya, mengancam hukuman penjara bagi yang melakukannya. Bahkan, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) masih menambahkan peran aturan agama dalam hak-hak Wanita.  

Pasal 50 dalam UU HAM berbunyi: wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya. 

Padahal UU 39/1999 adalah salah satu konsideran yang tercantum dalam pembentukan Permendikbudristek 30/2021. 

Selain itu, UU Sisdiknas yang juga dicantumkan sebagai konsideran pada dasarnya memiliki semangat yang berlandaskan moral-moral Pancasila. Pasal 3 UU 20/2003 tentang Sisdiknas menjelaskan, bahwa fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 

"Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab," tambahnya.

"Fraksinya sangat menentang segala bentuk kekerasan seksual yang tertulis sebagaimana di dalam judul Permendikbud 30/2021," lanjut Fikri Faqih.

Namun, di sisi lain, juga tidak setuju dengan legalisasi perzinahan. Sebagai bangsa timur yang menjunjung tinggi moral agama, nilai Pancasila dan berketuhanan Yang Maha Esa, sudah seharusnya menolak budaya seks bebas.

Melalui rapat terbatas di Komisi X DPR RI yang membahas polemik Permendikbud 30/2021, DPR berencana untuk memanggil Mendikbudristek RI dalam waktu dekat.  Diskusi bersama poksi-poksi Komisi X rencananya Jumat (12/11) ini. (guh/ima)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: