PCR Mulia
Begitu banyak juga yang menulis dari aspek hukum dan kekuasaan. Misalnya soal apakah kehebohan ini akan sampai ke meja hukum. Atau ke meja DPR –impeachment.
Saya tidak melihat dua-duanya. Hukum, Anda sudah tahu. Yang tidak salah bisa diproses sampai dedel duel. Yang salah bisa saja tidak tersentuh. Suka-suka yang berkuasa.
Soal politik, apalagi. Anda jauh lebih tahu dari saya.
Maka saya melihatnya dari sisi komunikasi saja. Niat baik untuk membantu negara dan masyarakat telah terbukti tidak diakui. Kalah dengan temuan seperti yang diungkapkan Agustinus.
Padahal yang terjun dari Adaro adalah bukan PT Adaro, melainkan Yayasan Adaro. Demikian juga yang dari PT Indika, yang tampil Yayasan Indika. Dua yayasan itulah yang memegang saham terbesar di usaha PCR tersebut. Sedang yang dari Menko Luhut yang tampil memang PT, tapi sangat minoritas. Itu pun sudah diniatkan tidak untuk bisnis.
Tapi semua itu hilang dari logika masyarakat. Pokoknya harga PCR selama ini jahat sekali –yang dilakukan di tengah penderitaan masyarakat.
Lantas apa yang bisa dipakai alat komunikasi dengan masyarakat yang sudah begitu kesal?
Saya tidak melihat lain kecuali ini: umumkan ke masyarakat berapa keuntungan usaha PCR itu. Terbuka. Rinci. Apa adanya. Lalu sumbangan semua keuntungan itu ke masyarakat miskin. Semua. Toh niatnya kan juga untuk membantu masyarakat.
Itu memang belum bisa seperti hujan sehari untuk menghapus panas setahun. Juga tidak ada hubungan di aspek hukum.
Tapi niat mulia sudah diwujudkan lewat cara mulia. Soal hasilnya: terserah yang berkuasa. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: