Tarif PPN di Indonesia Diklaim Pemerintah Lebih Murah dari Negara Lain

Tarif PPN di Indonesia Diklaim Pemerintah Lebih Murah dari Negara Lain

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia 11 persen mulai April 2022, diklaim Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lebih murah dibandingkan di negara lain.

Dihimpun dari berbagai sumber, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia 15,4 persen. Di antaranya lebih rendah dari Filipina (12 persen), Tiongkok (13 persen), Arab Saudi (15 persen), Pakistan (17 persen), dan India (18 persen).

Pemerintah tengah mendorong reformasi APBN untuk mendukung reformasi struktural. Salah satunya adalah di bidang pendapatan negara melalui disahkannya Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan pokok perubahan PPN dalam UU HPP yang krusial adalah perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN secara bertahap, dan penerapan PPN final.

Lebih lanjut, dia mengatakan, perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN ditujukan agar fasilitas PPN lebih adil dan tepat sasaran.

"Dalam UU HPP, perluasan basis PPN untuk optimalisasi penerimaan negara tetap mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan. Khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum," kata Suryo dalam keterangan persnya, Kamis (14/10).

Selain itu, terus bertumbuhnya kelompok kelas menengah (middle-class) dengan proporsi konsumsi yang cukup besar juga menjadi peluang yang sangat penting sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks ini, UU HPP menjadi cukup krusial untuk memanfaatkan peluang bertumbuhnya kelompok middle-class tersebut. Penyesuaian peraturan PPN pada UU HPP sejatinya juga mempertimbangkan peluang naiknya konsumsi masyarakat yang didorong oleh bertumbuhnya kelompok middle-class tersebut.

Selanjutnya, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN.

Dengan demikian, meskipun merupakan barang dan jasa kena pajak, masyarakat berpenghasilan rendah sampai menengah tetap tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut seperti halnya yang sudah mereka nikmati saat ini.

Kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, yaitu menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang semakin membaik serta untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.

Di samping itu, kemudahan dalam pemungutan PPN juga akan diberikan kepada jenis barang atau jasa tertentu atau sektor usaha tertentu melalui penerapan tarif PPN final.

Misalnya 1 persen, 2 persen, atau 3 persen dari peredaran usaha. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tarif PPN dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek kemudahan administrasi seperti yang selama ini telah dilakukan pemerintah. (git/zul)

Sumber: