Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Ketakutan Dihukum Mati Taliban, Pilih Lari ke UEA
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani saat ini berada di Uni Emirat Arab (UEA) setelah melarikan diri, ketika Taliban menguasai negara 16 Agustus lalu.
Ghani pun memberikan keterangan mengapa dirinya memilih melarikan diri dari negaranya. Dia mengaku takut dihukum mati tanpa pengadilan oleh Taliban dan berjanji untuk kembali.
Melalui pernyataan yang direkam dalam video yang diposting di halaman Facebooknya dari UEA, Rabu (18/8) malam, Ghani mengatakan, meskipun ada kesepakatan Taliban tidak akan memasuki kota Kabul, pengawalnya memperingatkannya pada Minggu sore militan tersebut telah mencapai dinding Istana Presiden di Kabul.
“Jika saya tetap tinggal di Afghanistan, rakyat akan menyaksikan presiden digantung sekali lagi,” ucap Ghani dalam video itu, seperti dikutip dari The New York Times, Kamis (19/8).
Dia mengacu pada pembunuhan Presiden Afghanistan Mohammad Najibullah, yang dieksekusi dan digantung di lapangan umum setelah Taliban merebut ibukota pada 1996.
Ghani juga membantah, laporan dari orang-orang, di antaranya utusan Rusia di Kabul, Zamir Kabulov, bahwa dia pergi dengan membawa sejumlah besar uang tunai. Dia mengatakan dia telah melewati bea cukai saat tiba di Uni Emirat Arab.
“Saya datang hanya dengan pakaian saya, dan saya bahkan tidak bisa membawa perpustakaan saya,” ujarnya.
Ghani dalam pidatonya mengaskan, bahwa telah mencoba untuk merundingkan resolusi damai untuk konflik tersebut tetapi juga telah mengoordinasikan pertahanan Kabul sampai keberangkatannya.
“Pasukan keamanan tidak mengecewakan kami. Elite politik pemerintah dan komunitas internasional yang gagal,” tegasnya.
Kendati demikian, Ghami mengatakan bahwa dia memiliki niat untuk kembali ke Afghanistan dan bahwa dia berhubungan dengan para pemimpin politik Hamid Karzai dan Abdullah Abdullah, yang telah berdiskusi dengan Taliban.
Ghani juga mencatat, bahwa dia bukan pemimpin Afghanistan pertama yang terpaksa melarikan diri. Pemimpin Taliban pertama, Mullah Muhammad Omar, melarikan diri setelah intervensi Amerika pada 2001. (fin/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: