Kekuatan Karakter dan Kebahagiaan Masyarakat Jawa

Kekuatan Karakter dan Kebahagiaan Masyarakat Jawa

Oleh: Rahmad Agung Nugraha*)

Kebahagiaan (psikologi positif ) selalu menjadi trending topic dalam penelitian psikologi. Martin Seligman, sebagai Bapak Psikologi Positif dalam bukunya Autenthic Happiness mengatakan bahwa emosi positif seseorang terkait dengan hal-hal yang membahagiakan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar.

Yaitu emosi positif terhadap masa lalu, emosi positif terhadap masa kini, dan emosi positif terhadap masa depan. Untuk masa lalu, emosi positif tersebut adalah kepuasan hidup (satisfaction), sedangkan untuk masa depan, emosi positif tersebut adalah optimis.

Selain itu, untuk masa kini emosi positif dikenal dengan konsep kebahagian. Aspek Kebahagiaan terdiri dari faktor kognitif dan faktor afektif. Faktor Kognitif, Kepuasan hidup termasuk dalam komponen kognitif karena keduanya didasarkan pada keyakinan (sikap) tentang kehidupan seseorang.

Kepuasan hidup merupakan penilaian seseorang dalam kualitas kehidupannya secara menyeluruh sedangkan factor afektif dibagi menjadi dua yaitu, afek positif dan afek negatif.

Afek positif atau emosi yang menyenangkan merupakan bagian dari subjective well being, karena merefleksikan reaksi seseorang terhadap peristiwa dalam hidup seseorang yang dianggap penting baginya karena kehidupannya berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan olehnya. 

Afek negatif termasuk suasana hati dan emosi yang tidak menyenangkan serta merefleksikan respon-respon negatif yang dialami oleh seseorang terhadap hidupnya, kesehatan, peristiwa-peristiwa yang terjadi dan lingkungannya.

Orang Jawa dan budayanya telah menarik banyak perhatian dari para peneliti di berbagai bidang ilmu pengetahuan sejak masa lalu sampai sekarang ini termasuk dalam hal psikologisnya. Banyak penelitian yang  dilakukan dan menyebutkan bahwa orang jawa penuh dengan jargon dan prinsip dalam berinterkasi dengan masyarakat atau keluarga.

Masyarakat Jawa merasa dirinya bukanlah persekutuan individu-individu, melainkan suatu kesatuan bentuk satu untuk semua dan semua untuk satu. Hubungan dengan keluarga besar yang harmonis, terjalinnya hubungan yang baik dengan tetangga dan lingkungan sekitar tempat tinggal, saling menghormati dan menghargai, memiliki komunitas dan sahabat yang saling mendukung, termasuk dukungan dari aspek keamanan dan kenyamanan lingkungan sebagai  unsur yang membuat seseorang merasa bahagia dalam hidupnya.

Hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 yang mensurvei orang jawa di Kota Besar Di Indonesia menyebutkan bahwa tingkat kebahagiaan masyarakat Jawa menempatkan dimensi makna hidup (eudaimonia) sebagai dimensi dengan indeks tertinggi (73,49) dibandingkan dengan 2 dimensi lain yang diukur yaitu dimensi kepuasan hidup (life satisfaction) (71,98) dan dimensi perasaan (affect ) (73,38).

Unsur yang ada dalam dimensi eudaimonia  ini sangat berkaitan dengan falsafah hidup dan budaya masyarakat jawa  dalam menjalani kehidupannya dan bertahan sampai saat ini sebagai bukti aktualisasi dalam persaingan politik, ekonomi, sosial dalam sejarah kehidupan masyarakat Jawa.

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti dan Nurwianti dari Fakultas Psikologi UI menyatakan bahwa ada kekuatan karakter dan kebahagiaan pada masyarakat suku Jawa. Kekuatan karakter ini memberi sumbangan yang bermakna  terhadap kebahagiaan suku Jawa.

Hasil penelitian ini mendukung apa yang dikemukakan Seligman (2002), yang menyatakan bahwa penerapan kekuatan karakter dalam hidup merupakan jalan untuk mencapai kebahagiaan. Hal ini sejalan pula dengan pendapat Peterson dan Seligman (2004), bahwa kebahagiaan dihasilkan dengan melatih kekuatan karakter yang sesuai dengan diri individu.

Psikologi orang jawa pertama kali dikenalkan oleh Sosrokartono, Raden Mas Panji, saudara kandung Raden Ajeng Kartini, yang merasakan keprihatinannya akan nasib bangsanya sehingga adanya kearifan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bangsanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: