Refly Harun Sindir Aksi Blusukan Jokowi dan Sebut Kelasnya adalah Wali Kota: Ya Cocok
Aksi blusukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membagikan sembako dan obat pada warga Jakarta mendapat sorotan banyak pihak.
Salah satunya Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun yang blak-blakan menyindir aksi tersebut.
Mengamati fenomena tersebut, Refly Harun menilai taraf sang presiden masih sama seperti seorang wali kota, meski saat ini Jokowi telah duduk di Istana.
Hal tersebut diungkapkan Refly Harun dalam video yang diunggah di kanal YouTube miliknya.
Refly Harun menilai, aksi blusukan lebih cocok dilakukan oleh pemegang kekuasaan wilayah tertentu jika ditinjau dari prinsip otonomi daerah.
“Sebenarnya kelas Jokowi itu adalah wali kota, tapi wali kota yang masuk ke Istana. Kenapa begitu? Karena perilakunya masih seperti seorang wali kota,” jelas Refly Harun, Sabtu (17/7).
“Kalau kita bicara unit-unit pemerintahan, maka kita bisa mengatakan, ya blusukan itu cocok kalau dia wali kota. Karena tentu dia blusukan di satu area di pemerintahannya,” sambungnya.
Bahkan menurut Refly Harun, sekelas gubernur pun tidak dalam kapasitasnya melakukan aksi blusukan di tengah masyarakat.
Hal ini dikarenakan saat gubernur turun ke lapangan, dia pasti akan bertabrakan dengan kepala daerah lainnya, seperti wali kota dan bupati, kecuali jika gubernurnya adalah gubernur DKI Jakarta.
“Gubernur, tergantung, kalau Gubernur DKI yang blusukan mungkin bisa, karena satu daerah itu adalah wilayah pemerintahannya,” ungkap Refly Harun.
“Tapi kalau gubernur provinsi lain, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur misalnya, kalau blusukan pasti akan berimpit dengan kepala daerah lainnya,” lanjutnya.
Oleh sebab itu, Refly Harun kembali mengingatkan prinsip penting dari pelaksanaan otonomi daerah.
“Jadi ini prinsip yang penting, karena yang memegang wilayah itu ada orangnya, yaitu kepala daerah otonom. Di dalam konteks DKI, wali kotanya bukan kepala daerah otonom karena dia tidak dipilih. Jadi ini konsep tata negara,” beber Refly Harun.
Menurut Refly Harun, bahwa sebenarnya seorang presiden tak lagi memiliki ruang untuk melakukan blusukan, yang mana nantinya bisa dianggap sebagai aksi ‘melangkahi’ kepala daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: