Posko Pengaduan Dugaan Pelecehan Gofar Hilman Dibuka, Korban Sahabat Nikita Mirzani Ini Diduga Bertambah
Karena temuan baru dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang menjeratnya, Gofar Hilman sempat menjadi trending topic teratas Twitter, Minggu (20/6).
Selain pemilik akun Twitter @quweenjojo, yang pertama kali berani bicara ke publik, tidak disangka sudah delapan perempuan mengadukan nasibnya atas dugaan tersebut.
Dikutip dari Pojoksatu, ada sejumlah aduan kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan Gofar yang masuk ke LBH Apik Jakarta.
Lewat laman Instagram-nya, LBH Apik menjelaskan telah menerima laporan dari 8 perempuan, terhadap Gofar.
“Hingga 17 Juni 2021, LBH APIK Jakarta telah menerima 8 aduan kasus terkait dengan pelecehan seksual yang dilakukan publik figur GH, termasuk aduan dari pemilik akun Twitter @quweenjojo,” jelasnya.
Melihat bahwa kemungkinan masih ada korban yang belum berani bersuara, pihaknya membuka posko pengaduan.
“LBH APIK Jakarta dan SAFEnet serta para korban yang bersolidaritas membuka posko pengaduan untuk korban-korban lain yang ingin bersuara,” demikian keterangan pers LBH Apik.
Posko ini resmi dibuka per tanggal 18 Juni 2021 kemarin. Aduan bisa dilakukan melalui email [email protected] atau via Instagram https://instagram.com/aduankorban.gh.
Demi menjaga keamanan korban, LBH Apik memastikan semua aduan yang masuk akan dijaga kerahasiaannya dengan cara merahasiakan identitas dan detail cerita.
“Posko pengaduan GH dibuat sebagai ruang aman untuk menguatkan sesama korban, dan menyediakan pendampingan hukum, konseling psikologi, serta keamanan digital jika diperlukan,” lanjutnya.
LBH Apik menyatakan, pihaknya memberikan atensi serius kepada korban dalam kasus kekerasan seksual karena kerap kali korban menghadapi tantangan yang luar biasa dalam memproses kasus yang mereka alami secara hukum.
Kesulitannya terletak pada proses pembuktian kekerasan seksual benar-benar terjadi. Sementara pelaku kerap mendapatkan privilese ‘tidak bersalah’ sampai terbukti melakukan.
“Kekerasan seksual susah untuk dibuktikan karena biasanya terjadi di ruang-ruang tertutup tanpa saksi, atau jika terjadi di ruang terbuka ia berlangsung secara spontan dan cepat sehingga korban kerap tidak bisa mempersiapkan diri untuk menyimpan barang buktinya,” katanya.
“Sering kali justru korban mengalami tonic immobility yang membuatnya terlihat tidak melawan pelaku sehingga dipersepsikan sebagai menerima perlakuan tersebut, atau mengalami trauma yang begitu hebat sehingga butuh waktu lama untuk memproses pengalamannya tersebut sebelum akhirnya berani bercerita pada pihak lain,” imbuh LBH Apik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: