Frasa Maaf

Frasa Maaf

Manusia sebagai mahluk sosial pasti berinteraksi dengan lingkungan serta masyarakat yang beragam tingkatan sosial, ekonomi, pendidikan, serta pekerjaan. 

Kita sering mendengar kata
maaf dalam pergaulan sehari hari. 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti maaf: 1). Pembebasan seseorang dari hukuman (tuntutan, denda, dan sebagainya) karena suatu kesalahan; ampun.

2). Ungkapan permintaan ampun atau penyesalan.

3) Ungkapan permintaan izin untuk melakukan sesuatu. 

Dalam diksinya, frasa maaf merupakan polisemi yang mengandung banyak arti dan mempunyai banyak persepsi serta dampaknya tergantung dari siapa, kapan, dan di mana frasa maaf itu berada.

Berbeda dengan budaya barat bahkan dalam adat ketimuran pun  dituntut untuk bersikap santun dengan perkataan "minta tolong, maaf, dan terima kasih" dalam setiap berinteraksi dengan orang lain. 

Sebagai contoh kata maaf yang diucapkan oleh seseorang dalam berhadapan dengan kasus hukum. 

Kasus dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto sampai meninggal pun tidak ada permintaan maaf bahkan dari pihak keluarga karena permintaan maaf dianggap berbuat korupsi, akan menimbulkan persepsi bahwa orang tersebut telah salah dan membawa konsekuensi hukum pidana maupun perdata. 

Kata maaf yang diucapkan oleh seorang dokter juga megandung persepsi salah dan membawa konsekuensi hukum baik pidana maupun perdata. Dokter dalam mengobati pasien tidak berhasil sembuh dan secara sopan berkata maaf, kami tidak berhasil menolong.

Padahal segala tindakan yang di 
lakukan oleh dokter adalah upaya kesembuhan bukan menjanjikan kesembuhan pasien yang diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009. 

Tapi berbeda dengan kata maaf yang diucapkan oleh masyarakat dalam pergaulan atau bahkan kesalahan dalam transaksi jual beli yang agaknya mudah diterima atau bahkan dianggap sopan. 

Seperti kesalahan penjual dalam melayani pembeli ataupun kesalahan-kesalahan yang diucapkan oleh seorang komentator dalam menganalisa peristiwa baik komentator di bidang olah raga, politik maupun di bidang lain.

Hal tersebut tidaklah menjadi perhatian yang penting oleh masyarakat karena dianggap kewajaran. Yang terlebih penting lagi sudah tradisi ritual dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Kata maaf diucapkan dengan latah "kosong-kosong." Orang juga hanya mengatakan maaf sambil lalu tanpa menjiwai secara mendalam esensi serta momentum Idul Fitri yang sangat dinanti oleh kaum muslim. Padahal dalam ajaran tetua Jawa, orang disuruh meminta maaf kepada orang lain setiap melakukan kesalahan tanpa harus menunggu saat Hari Raya Idul Fitri tiba. Terlepas kata maaf yang diucapkan apakah berimplikasi terhadap konsekuensi apapun. Cekap semanten kawulo bertutur. 

Sumber: