Diduga Langgar Kode Etik, 75 Pegawai KPK yang Tak Lolos Asesmen TWK Laporkan Lima Pimpinan KPK

Diduga Langgar Kode Etik, 75 Pegawai KPK yang Tak Lolos Asesmen TWK Laporkan Lima Pimpinan KPK

75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) melaporkan lima pimpinannya ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Kelima pimpinan itu adalah Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron. Hotman Tambunan, perwakilan para pegawai mengatakan terdapat tiga hal yang dilaporkan ke Dewas.

Pertama adalah tentang kejujuran. Hotman mengatakan dalam berbagai sosialisasi pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi dari asesmen TWK.

"Dan kami juga berpikir bahwa asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan suatu hal," kata Hotman, Selasa (18/5).

Kedua, pihaknya melaporkan pimpinan kepada Dewas lantaran kepeduliannya terhadap pegawai perempuan di lembaga antirasuah.

Dia mengatakan tidak ada yang menginginkan suatu lembaga negara digunakan untuk melakukan suatu hal yang diindikasikan bersifat pelecehan seksual.

"Jika bapak ibu melihat, bahwa untuk lembaga seperti KPK dilakukan seperti ini, apa yang terjadi terhadap tes-tes yang lain yang notabene nilai tawar mereka tidak sekuat KPK," ucap Hotman.

Ketiga, lanjut Hotman, Pimpinan KPK dilaporkan atas dugaan kesewenang-wenangan.

Hotman mengatakan, pada 4 Mei 2021 Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa TWK tidak akan memiliki konsekuensi terhadap pegawai. Namun, kata dia, pada 7 Mei 2021 pimpinan mengeluarkan SK 652 yang dinilai sangat merugikan pegawai.

"Menjadi tanda tanya pada kita apa yang terjadi dengan pimpinan? Bukankah salah satu azas KPK itu adalah kepastian hukum? Bukankah putusan MK itu merupakan suatu keputusan yang bersifat banding dan final? Kenapa pimpinan justru tidak mengindahkan putusan ini? Bahkan mengeluarkan keputusan 652 yang sangat merugikan kami," ucapnya.

Dia mengatakan dengan laporan ini diharapkan Dewas akan mengklarifikasi kepada pimpinan mengapa tidak mengindahkan putusan MK.

"Karena kami sebagai lembaga hukum sangat menyadari bahwa di dalam Pasal 5 huruf a UU KPK 2019, kepastian hukum adalah suatu azas yang harus dipegang oleh lembaga penegak hukum seperti KPK. Apa yang akan terjadi pada kepastian hukum kita, kalau putusan MK tidak dilaksanakan secara konsisten," ujarnya.

Seperti diketahui, TWK pegawai KPK menuai polemik lantaran memuat soal yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pemberantasan korupsi.

Di antara pertanyaan yang muncul yakni pandangan pegawai seputar FPI, Muhammad Rizieq Shihab, HTI, alasan belum menikah, kesediaan menjadi istri kedua, doa qunut dalam shalat hingga LGBT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: