Fikri: Sosialisasi 4 Pilar Relevan dan Tidak Boleh Main-main

Fikri: Sosialisasi 4 Pilar Relevan dan Tidak Boleh Main-main

Anggota DPR RI Dapil IX A Drs Abdul Fikri memberikan Sosialisasi 4 Pilar kepada warga di sekitar Jalan KH Zaenal Arifin Kelurahan Panggung Kecamatan Tegal Timur Kota Tegal. Dirinya menekankan pentingnya sosialisasi ini untuk mengajak masyarakat tetap mawas diri.

Fikri mencontohkan, adanya keluhan dari masyarakat tentang pelajaran sejarah yang awalnya akan dihilangkan. Kemudian, dirinya meneruskan kepada pemerintah terkait itu.

"Hingga kemudian pemerintah memberikan penjelasan jika itu tidak dihilangkan," katanya.

Selanjutnya, kata Fikri, ada paparan dari Kemendikbud tentang Peta Jalan Pendidikan yang disampaikan melalui 75 slide tanpa naskah akademik. Di dalamnya mengatur tidak adanya UN, relaksasi BOS, beberapa kebijakan, merdeka belajar, kampus merdeka dan sebagainya.

"Kemudian ada persoalan saat slide profil pelajar Pancasila. Tidak ada karakteristik yang dicantumkan di UUD, maupun di UU 20/2003 tentang Sisdiknas," katanya.

Di slide itu, ujar Fikri, hanya menyebutkan berakhlak mulia. Padahal amanah undang-undang dasar dan sisdiknas meningkatkan iman dan takwa harus disebut secara terus menerus.

"Setelah itu baru kemudian direvisi," tandasnya.

Tidak hanya itu, ujar Fikri, terbitnya PP 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mengatur pendidikan dasar dan menengah juga ada persoalan. Sebab, dalam salah satu pasal disebutkan, kurikulum pendidikan tinggi harus ada mata kuliah Agama, Kewarganegaraan dan Bahasa. 

Padahal, ujar Fikri, dalam amanat UU 12/2012  tentang Perguruan Tinggi, itu ada mata kuliah Pancasila, Bahasa Indonesia. Karenanya, dosen-dosen Pancasila dan Bahasa Indonesia bertanya tentang kedudukannya. Karena, berarti bertentangan dengan PP yang baru.

"PP itu ditandatangani Presiden Jokowi pada 30 Maret dan diterbitkan Mensesneg, 31 Maret 2021. Namun, pada saat harus dilaksanakan bertentangan dengan UU 12. Sehingga Kemendikbud meminta agar PP itu direvisi," jelasnya.

Karenanya, ujar Fikri, dirinya mendorong kepada pemerintah agar ada sinkronisasi antara regulasi yang satu dengan lainnya. Sebab, jangan sampai aturan baru yang diterbitkan tetapi dicabut dan rawan judicial review ini.  

"Karena PP itu sangat sensitif dan berkaitan dengan pendidikan karakter. Bahaya kalau tidak ada Bahasa Indonesia dan Pancasila. Sekarang Kemendikbud usul revisi PP," tandasnya.

Belakangan, imbuh Fikri, terkait dengan Pancasila, UUD45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Negara ini eksis karena adanya perjuangan bangsa. 

"Tiba-tiba ada tokoh besar yakni KH Hasyim Asyari yang berperan tidak disebutkan dalam kamus sejarah bangsa Indonesia. Ini berbahaya dan rawan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: