Paling Terdampak Pandemi Covid, Pengusaha Warteg Keluhkan Tak Dapat Insentif

Paling Terdampak Pandemi Covid, Pengusaha Warteg Keluhkan Tak Dapat Insentif

Pelaku usaha warung tegal (warteg) mengeluh sampai saat ini tak mendapatkan insentif dari pemerintah. Padahal mereka juga paling terdampak akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, harga bahan pangan yang bergerak naik, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga menghambat gerak para pengusaha warteg, sehingga mereka kesulitan untuk membayar uang sewa tempat usaha mereka.

Akibatnya, dia memperkirakan sebanyak 25 ribu Warteg dari total 50 ribu yang beroperasi di Indonesia terancam gulung tikar.

"Kalau kondisinya kaya beginian terus, 50 persen dari jumlah warteg yang jumlahnya sekitar 50 ribu (Warteg) bisa gulung tikar pulang kampung," ujar Ketua Umum Asosiasi Warteg Nusantara, Mukroni kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Senin (1/2).

Ia mengungkapkan, sampai saat ini sejak awal virus Corona melanda Indonesia sampai saat ini, pelaku usaha Warteg belum mendapatkanm insentif apapun.

"Belum ada (insentif apapun), kami nunggu program dan kebijakan pemerintah," ucapnya.

Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri sebenarnya sudah merespon keresahan yang dirasakan oleh para pengusaha warteg tersebut. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah memiliki program untuk mendukung pengusaha mikro dan menengah, termasuk Warteg.

"Beberapa program pemerintah diarahkan ke usaha mikro produktif," ujar Suahasil.

Disebutkan Suahasil, tahun lalu Kementerian Koperasi dan UKM telah menyalurkan Bantuan Presiden Produktif untuk memperkuat permodalan dan arus kas sehari-hari pengusaha mikro. Setidaknya ada 12 juta penerima manfaat yang telah mendapat insentif tersebut.

"Kami salurkan lewat perbankan, jadi harus memiliki rekening bank," ujar dia.

Di samping itu, lanjut Suahasil, bahwa pemerintah juga memiliki program subsidi bunga kredit usaha mikro. "Jadi, bunga kredit dari para pengusaha mikro dibayari APBN," tegasnya.

Untuk tahun ini, kata Suahasil, APBN masih tetap menjadi instrumen utama untuk memulihkan perekonomian. Pemerintah merancang program Pemulihan Ekonomi Nasional di 2021 dengan anggaran sekitar Rp553,09 triliun.

Dari jumlah tersebut, pemerintah berkomitmen akan memberikan insentif pajak untuk UMKM dan korporasi melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 dan 22. Insentif tersebut akan menyasar mulai dari usaha yang paling mikro, menengah, dan besar.

"Ini supaya korporasi bisa bertahan dan ketika reformasi struktural kita masuk, intervensi kesehatan meningkatkan kepercayaan mereka bisa bekerja lagi, produksi barang lagi, menyerap tenaga kerja, membayarkan pendapatan pekerja dan sebagainya," pungkasnya. (git/din/zul)

Sumber: