Poligami: Antara Nikmat dan Masalah
Oleh: Dr. Moh. Khamim & Dr. Mukhidin*)
Pembahasan mengenai Poligami memang bukanlah hal yang baru. Namun demikian meskipun bukan hal yang baru, perbincangan mengenai poligami adalah sesuatu yang terus-menerus akan menimbulkan beragam reaksi masyarakat apabila dimintai pendapat.
Terlebih apabila yang diminati pendapat mengenai poligami itu adalah kaum hawa alias ibu-ibu, tentu akan lebih beragam lagi reaksinya. Sampai saat ini, perbuatan berpoligami masih dipandang dengan konotasi yang kurang baik ditengah masyarakat Indonesia pada umumnya.
Hal ini lebih disebabkan karena masyarakat menilai bahwa perbuatan berpoligami merupakan wujud dari sikap tidak setia pada pasangan. Apalagi bila alasan poligami dilakukan semata-mata karena untuk menghindari zina atau mengendalikan hawa nafsu, maka hal ini juga dapat dianggap bahwa pelaku merupakan orang yang tidak dapat mengendalikan nafsu birahinya.
Poligami memang telah ada sejak dulu kala bahkan jauh sebelum Islam masuk ditengah masyarakat dunia. Bangsa Babilonia, Abbesinia, dan Persia juga telah lama mempraktikan perbuatan poligami.
Berbagai hal yang diketahui tentang poligami oleh berbagai bangsa di dunia ini dapat diketahui dari berbagai kitab-kitab suci agama samawi serta buku-buku sejarah yang menyebutkan bahwa dikalangan pemimpin maupun orang awam disetiap bangsa yang pernah ada di dunia ini juga mengenal bahkan melakukan poligami.
Lelaki Bangsa Arab Jahiliyah pada masa lampau telah biasa kawin dengan sejumlah perempuan bahkan juga memperjualbelikan mereka dengan sekehendak hatinya karena perempuan dianggap sebagai harta kekayaan bukan sebagai manusia yang seharusnya.
Larangan perbuatan zina dan bentuk-bentuk perbuatan lainnya yang bersifat buruk termasuk poligami mendapatkan batasan dan syarat setelah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir di tanah Arab.
Istilah Poligami berasal dari bahasa Yunani Polus yang berarti banyak dan Gamos yang berarti perkawinan. Sehingga Poligami dapat diartikan sebagai system perkawinan dimana satu orang laki-laki dapat memiliki lebih dari satu orang istri pada saat yang sama.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), poligami mempunyai makna sebagai Sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang sama.
Adapun dasar diperbolehkannya poligami dalam Islam adalah berdasarkan Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa Ayat 3 yang artinya “Dan Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan (yatim) bilamana kamu mengawininya maka kawinilah wanita-wanita yang lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An-Nisa: 3)
Diizinkannya berpoligami dalam Islam lebih kepada alasan-alasan berikut:
- Bahwa Islam mendapatkan masyarakat Arab kala itu melakukan poligami secara sewenang-wenang dan tidak berbatas sehingga pembatasan poligami dlm Islam dilakukan utk memberi kehormatan dan kedudukan yang layak kepada perempuan pada masa itu;
- Untuk mengatasi kekecewaan suami apabila istri terhalang melaksanakan kewajibannya seperti tidak bisa mendapat keturunan, sakit permanen dan lain-lain;
- Apabila istri pergi dari rumah dan membangkang pada suami.
Bagaimanpun pembahasan dan dalilnya, tentu akan lebih bijak apabila kaum lelaki dapat bersabar terhadap hal-hal yang menjadi kekurangan istrinya, sebab diantara banyak kekurangannya pun pasti istri juga memiliki banyak kelebihan lainnya.
Kebahagiaan dalam rumah tangga tidak terbatas hanya pada materi terlebih pada jumlah istri tetapi lebih kepada bagaimana lelaki dan perempuan sebagai pasangan suami istri dapat mengelola dan memaknai ikatan perkawinan dan rumah tangga sebagai ladang mencari keridhoan Allah SWT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: