Belum Ada Kejelasan Regulasi, Ribuan Nelayan di Tegal Terancam Menganggur Akibat SKM Habis

Belum Ada Kejelasan Regulasi, Ribuan Nelayan di Tegal Terancam Menganggur Akibat SKM Habis

Ribuan nelayan cantrang di wilayah Kota Tegal terancam menganggur akibat tidak bisa melaut. Pasalnya, surat keterangan melaut (SKM) yang selama ini digunakan masa aktifnya sudah habis. 

Sementara, saat ini belum ada kebijakan dari Menteri Kelautan dan PerikananSakti Wahyu Trenggono setelah diterbitkannya Permen KP No. 59 tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan. Karenanya, nelayan di Kota Tegal mendorong agar kementerian segera menerbitkan regulasi sehingga nelayan bisa segera melaut. 

Ketua DPC HNSI Kota Tegal Riswanto mengatakan, setelah diterbitkannya Permen KP No. 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan yang berlaku per 30 November 2020, hingga saat ini masih belum ada tindak lanjut realisasi di lapangan. Karena masih menunggu kebijakan dari KKP. 

"Selama ini untuk kapal cantrang ukuran di atas 30 (GT) diizinkan melaut dengan menggunakan Surat Keterangan Melaut (SKM) yang diterbitkan KKP," katanya. 

Sedangkan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), kata Riswanto, hanya diterbitkan untuk kapal yang menggunakan alat penangkap ikan cantrang berukuran di bawah 30 (GT). Hal itu merupakan wewenang pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah. 

"Per Januari 2021, ada 30 kapal program bela negara menjaga kedaulatan laut NKRI di perairan Natuna yang menggunakan SKM yang saat ini sudah habis untuk masa berlakunya," ujarnya. 

Menurut Riswanto, kenyataan di lapangan, SKM dianggap sudah tidak berlaku lagi oleh kapal pengawas perikanan PSDKP. Sebab, setelah terbitnya Permen KP No.59/2020, untuk melaut harus ada SIPI. 

Riswanto mengungkapkan, saat ini nelayan sudah mulai merasakan keresahan saat mau melaut. Karena kalau mengacu permen itu, maka pemerintah sendiri belum bisa menerbitkan SIPI untuk kapal yang menggunakan alat penangkap ikan cantrang ukuran di atas 30 (GT).

"Regulasi aturan tarif untuk PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) dan PHP (Pajak Hasil Perikanan) juga belum ditetapkan," tandasnya. 

Karenanya, ujar Riswanto, nelayan mendesak agar KKP segera memberikan kepastian untuk segera menerbitkan SIPI dan aturan tarif PNBP serta PHP. Sehingga tidak menimbulkan penumpukan kapal perikanan di pelabuhan Kota Tegal. 

"Dengan adanya penumpukan kapal perikanan, tentu berdampak pada berhentinya ekonomi masyarakat nelayan di sektor perikanan. Karena ribuan nelayan terancam menganggur kehilangan pendapatan akibat proses regulasi aturan yang memakan waktu lama," jelasnya. 

Menurut Riswanto, paling tidak ada solusi semacam surat edaran (SE) dari Kementerian KKP sebagai dasar untuk penerbitan SKM. Sehingga bisa menjadi acuan instansi atau dinas terkait di daerah untuk tetap memberikan pelayanan penerbitan SKM bagi kapal yang menggunakan alat cantrang sementara waktu. 

"Selama pemerintah belum menerbitkan aturan yang mengatur tarif PNBP dan PHP-nya. Sehingga dapat menciptakan situasi yang kondusif serta menimalisir terjadinya potensi kerumunan untuk pencegahan penyebaran klaster Covid-19," pungkasnya. (muj/ima)

Sumber: