Pemerintah Harus Jaga Independensi BPOM soal Uji Klinis Vaksin Covid-19, Anggota DPR: Jangan Ada yang Ditutupi
Pemerintah diminta tetap menjaga independensi Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM). Utamanya dalam melakukan proses review atas hasil uji klinis vaksin tahap ketiga.
Datangnya jutaan vaksin, tidak boleh menjadi tekanan. Diketahui, pemerintah kembali mendatangkan 1,8 juta dosis vaksin Sinovac pesanan tahap II yang tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Sementara itu pemerintah juga menjalin kerjasama dengan Vaksin AstraZeneca & Novavax untuk mengamankan pasokan vaksin masing-masing sebanyak 50 juta dosis.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani mengingatkan kedatangan 3 juta dosis vaksin Sinovac dan pemesanan vaksin AstraZeneca & Novavax tidak boleh menjadi tekanan pada BPOM. Lembaga pengawas obat ini harus tetap bekerja secara independen dan transparan.
Menurut Netty, jaminan independensi BPOM merupakan syarat mutlak untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi.
“Sejak awal isu vaksin diangkat, telah menimbulkan silang pendapat yang menimbulkan keraguan publik. Karenanya, Pemerintah harus mengumumkan hasil uji klinis vaksin secara transparan, akuntabel dan penuh kejujuran. Jangan ada yang ditutupi apapun hasil uji klinis tersebut,” paparnya, Sabtu (2/1).
Selain itu, kata Netty, pemerintah harus memastikan terpenuhinya kebutuhan vaksin sejumlah 426 juta dosis di tengah perburuan negara-negara di dunia untuk mendapatkannya.
“Pemerintah harus memiliki kebijakan lobi dan intervensi yang kuat di dunia internasional agar Indonesia diperhitungkan dan kebutuhan vaksin kita terpenuhi,” kata Netty.
Netty juga mengingatkan pemerintah agar memastikan kualitas vaksin yang dibeli meskipun didesak oleh kebutuhan akan jumlah vaksin yang besar dan harus berlomba dengan negara-negara lain.
“Jangan sampai pemerintah mengabaikan kualitas, tingkat efikasi, dan kehalalan vaksin. Kita mendatangkan vaksin bukan dengan prinsip sekadar memenuhi kuota, tapi untuk memastikan imunitas rakyat terhadap virus Covid-19, apalagi sekarang sudah muncul mutasi baru virus Corona,” terang Netty.
Hal lain yang harus diperhatikan pemerintah, menurut Netty, adalah proses vaksinasi yang berjalan sesuai dengan SOP, teliti dan penuh perencanaan.
“Vaksinasi harus dilakukan setelah semua prosedur dipenuhi, baik dari aspek produk vaksin itu sendiri maupun kebutuhan pendukungnya. Pemerintah tidak boleh tergesa-gesa yang justru dapat berdampak buruk di kemudian harinya. Kita tidak ingin ada KIPI – Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi- yang tidak diperhitungkan sebelumnya” kata Netty.
Vaksinasi COVID-19 tahap pertama rencananya dimulai pada Januari hingga April 2021 mendatang. Tenaga kesehatan (Nakes)adalah kelompok pertama yang mendapat prioritas. Mereka dapat mengecek sendiri apakah terdaftar sebagai penerima vaksin kelompok pertama tersebut.
Para tenaga kesehatan dapat mengece melalui PeduliLindungi. Aplikasi ini dapat diunduh di Google PlayStore bagi pengguna Android atau Appstore bagi pengguna iOS. Selain aplikasi, pengecekan dapat dilakukan melalui website https://pedulilindungi.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: