Kontras dan IPW Sebut Rekonstruksi Polisi Janggal, DPR Akan Bentuk TPGF

Kontras dan IPW Sebut Rekonstruksi Polisi Janggal, DPR Akan Bentuk TPGF

Polisi menggelar rekonstruksi kasus penembakan yang berujung tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Namun, rekonstruksi yang memeragakan 58 adegan tersebut dinilai janggal.

Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Rivanlee Anandar mengatakan pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan dari hasil rekonstruksi penembakan yang menewaskan 6 Laskar FPI. Kejanggalan terlihat dari beberapa pernyataan pihak kepolisian yang kontradiktif dengan hasil rekonstruksi.

"Ada beberapa kejanggalan yang kami temukan di polisi, bahwa korban-korban ini meninggal di mobil, terus dia diduga melawan juga, ada sejumlah pernyataan pernyataan kontradiktif," katanya, Senin (14/12).

Tidak hanya itu, Rinvalee juga menyebut kejanggalan lainnya, yaitu tak diundangnya pihak korban, dalam hal ini FPI. Karenanya, Kontras berharap kasus ini bisa diselesaikan Komnas HAM.

Dia berharap Komnas HAM mampu melihat kasus ini secara komprehensif. "Dari keterangan itulah kita merasa benar menolak rekontruksi tersebut dan mengharapkan kasus ini dibuka oleh Komnas HAM," katanya.

Rinvalee mengakui pihaknya mendapat undangan dari kepolisian untuk menyaksikan rekonstruksi. Namun, Kontras menolak dengan alasan independensi.

"Kontras sebagai lembaga juga diundang, namun terkesan terburu-buru. Kami khawatir proses rekonstruksi mengalami banyak kejanggalan-kejanggalan lain," katanya.

Kejanggalan juga ditemukan Indonesia Police Watch (IPW). Ketua Presidium IPW Neta S Pane menyebut ada tiga pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) dalam kasus penembakan anggota FPI.

"IPW berharap Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut. IPW berharap Komnas HAM dan Komisi III DPR mau mencermati pelanggaran SOP yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam kematian anggota FPI yang mengawal Rizieq Shihab," ujarnya.

Dijelaskan Neta, pelanggaran SOP pertama yang dilakukan polisi yaitu saat keempat anggota FPI yang masih hidup dimasukkan ke mobil tanpa borgol, setelah dua temannya tewas. Neta menilai ini sangat aneh.

"Aneh, jika dibandingkan saat penangkapan Rizieq Shihab di Polda Metro Jaya. Polisi memborgolnya saat dibawa ke sel tahanan," ujarnya.

Pelanggaran SOP kedua, saat penyidik Polda Metro Jaya memasukkan keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak ke mobil yang berkapasitas delapan orang. Hal itu merupakan tindakan tidak masuk akal, irasional, dan sangat aneh. Jumlah penumpang mobil yang overload alias kelebihan kapasitas.

Pelanggaran SOP terakhir, saat anggota polri yang seharusnya terlatih terbukti tidak Promoter dan tidak mampu melumpuhkan anggota FPI yang tidak bersenjata. Sehingga para polisi itu main hajar menembak dengan jarak dekat dan membuat keempat anggota FPI itu tewas.

"Dari ketiga kecerobohan ini terlihat nyata bahwa aparatur kepolisian sudah melanggar SOP yang menyebabkan keempat anggota FPI itu tewas di satu mobil," kata Neta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: