Pemerintah Diminta Inventarisasi Masalah Sebelum Sekolah Tatap Muka Benar-benar Dibuka
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah membuat inventarisasi masalah dan evaluasi proses pembelajaran tatap muka yang sudah dimulai. Selain itu juga menggencarkan simulasi sebagai persiapan pelaksanaan belajar tatap muka secara nasional Januari 2021 mendatang.
“Banyak hal teknis dan detail kecil bagaimana proses akan berlangsung nantinya, belum lagi soal rasio jumlah kelas, kapasitas guru, hingga kondisi pandemi yang masih tidak menentu,” katanya dalam kunjungan kerja ke Jawa Tengah, Jumat (4/12).
Menurut Fikri, penerapan kebijakan sekolah tatap muka secara nasional yang rencananya akan dimulai pada Januari 2021, harus dilakukan dengan sangat hati-hati. “Keselamatan peserta didik dan guru harus tetap prioritas, maka mestinya ada analisa risiko, bukan untuk menakuti, melainkan dicari respon antisipasi yang tepat dan cepat,” ujarnya lagi.
Melanjutkan hal itu, Politisi PKS ini meminta pemerintah, khususnya Kemendikbud melakukan inventarisasi masalah jika seluruh pemerintah daerah membuka semua sekolah di bawahnya.
“Dari mulai yang kecil dan teknis, seperti bagaimana jam masuk dan pulang sekolah anak-anak agar tidak berkerumun, termasuk saat istirahat dan pergantian jam pelajaran,” katanya.
Selain itu, Fikri mengingatkan soal rasio rombongan belajar (rombel) terhadap jumlah ruang kelas secara nasional, yang angkanya rata-rata di atas 1. Artinya jumlah ruang kelas lebih sedikit daripada jumlah rombel.
“Tetapi ini di masa normal, sedangkan aturannya di masa pandemi, kapasitas satu ruang kelas maksimal 50 persen diisi,” ungkapnya.
Sehingga, untuk mengantisipasi kekurangan ruang kelas, harus dibuat shift (pembagian jam masuk siswa). “Nah, masalah lain muncul, guru akan dituntut jam mengajar lebih, lantas bagaimana dengan sekolah yang gurunya banyak rangkap mengajar, alias kekurangan guru?” tanya Fikri.
Fikri juga meminta inventarisasi masalah termasuk evaluasi kegiatan belajar tatap muka yang sudah berjalan di beberapa daerah sejak Agustus. “Misalnya soal laporan timbulnya klaster baru covid di sekolah-sekolah dan respon penanganannya,” imbuh dia.
Sebelumnya, Keputusan Bersama empat Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri ) Nomor 03/KB/2020, No. 612 tahun 2020, No. HK.01.08/Menkes/2020, No. 119/4536/SJ tentang revisi tentang panduan pembelajaran pada tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021 di masa pandemi menyebutkan dimulainya pembelajaran tatap muka secara bertahap di seluruh Indonesia.
Kemudian, pemerintah mengevaluasi SKB empat Menteri tersebut, dan hasilnya mulai Januari 2021, sekolah di seluruh Indonesia diperbolehkan untuk kembali mengadakan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka.
Seperti diketahui, pada SKB 4 menteri yang lalu, dibukanya sekolah mengacu pada peta zona risiko penyebaran Covid-19 di setiap daerah. Namun, pada evaluasi kali ini, pemerintah daerah setempat, komite sekolah, dan kepala sekolah adalah tiga elemen yang menentukan.
“Pemberian kewenangan penuh pada pemerintah daerah/kanwil/kantor kemenag dalam penentuan pemberian izin tatap muka. Pemberian izin dapat dilakukan secara serentak atau bertahap per wilayah, kecamatan dan/atau desa/kelurahan,” jelas Mendikbud Nadiem Makarim.
Menanggapi rencana pemerintah pusat ‘melepas’ kebijakan Pendidikan selama pandemi Covid-19 ke masing-masing pemerintah daerah, Fikri menilai ada plus-minusnya. “Memang sesuai UU otonomi daerah, Pendidikan merupakan urusan yang di-desentralisasi, namun harus tetap ada kontrol ketat dari pusat,” katanya.
Fikri menilai, dalam hal ini kewenangan pemerintah daerah adalah mengukur dan memutuskan apakah wilayahnya cukup aman untuk dibuka sekolah tatap muka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: