Bawaslu Minta Seragamkan Laporan Perselisihan Hasil Pemilu
Lembaga pengawas pemilu tingkat daerah diminta memiliki standar sama dalam membuat keterangan tertulis dalam perselisihan hasil pemilihan (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK). Kesiapan tersebut dimulai dengan pengumpulan bukti serta akses ke formulir hasil pengawasan.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar berharap, jajaran Bawaslu di daerah bisa punya standar sama dalam membuat keterangan tertulis dari teknis seperti pemilihan font (jenis huruf) dan standar dalam menjawab.
“Bagaimana juga hakim MK itu juga manusia, kalau membaca kalimat begitu panjang, maka (mereka) pusing juga. Karena itu, saya mengajak mengingatkan apa yang sudah pernah kita lakukan seperti pemberian keterangan dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019,” katanya.
Fritz menegaskan, dalam pemberian keterangan tertulis tersebut Bawaslu daerah berhubungan dengan bukti, penomoran bukti, dan menjawab jelas hal yang ditanyakan.
“Kita memberikan keterangan tertulis terkait apa yang diminta. Jadi apa yang diminta itulah yang dijawab. Apa yang dijawab harus ada buktinya. Kita semua sepakat bukti itu menjadi persoalan untuk dikumpulkan,” kata Fritz lewat keterangan resminya, (14/11).
Ia juga mengingatkan Bawaslu daerah mempersiapkan segala bukti yang ada. Hal ini agar dalam pemberian keterangan tertulis bisa maksimal. Selain itu, dirinya mengingatkan tentang penulisan penomoran alat bukti.
“Meskipun jawabannya benar, buktinya ada, namun kalau penomorannya tidak benar, maka sia-sia juga apa yang sudah dicari dan ditulis. Itu yang perlu diasah,” bebernya.
Fritz meyakinkan pembuatan keterangan tertulis sebagai detail kinerja Bawaslu dalam mempertanggungjawabkan melakukan tugasnya. Baginya Bawaslu hingga tingkat daerah merupakan kesatuan dengan Pengawas Ad hoc (sementara) seperti Pengawas TPS, Pengawas kelurahan/desa, dan Panitia pengawas kecamatan.
“Mereka (Pengawas Ad) bekerja di lapangan yang saat ini menggunakan alat-alat protokol kesehatan. Bayangkan mereka melakukan fungsi pengawasan saat ini lebih berat dengan protokol pencegahan kesehatan dan banyak pula dicaci maki dan dihina saat melakukan fungsi pengawasan. Itu sebagai pendorong dalam membuat keterangan tertulis di MK. Jadi, ini bukan sekadar menjawab. Ini mempertanggungjawabkan semua yang kita lakukan,” paparnya.
Sebelumnya, Anggota Bawaslu Rahmat Bagja meminta Bawaslu kabupaten/kota tidak menolak pasangan calon (paslon) yang merasa hak konstitusionalnya tercedarai dalam pencalonan Pilkada 2020 untuk mengajukan sengketa ke Bawaslu.
Bagja mengungkapkan di beberapa daerah kabupaten, ada Bawaslu yang menolak calon kepala daerah (cakada) yang ditolak Surat Keputusannya oleh KPU. "Sepanjang yang bersangkutan ikut mendaftar, maka sepanjang itu juga dia punya hak mengajukan sengketa ke Bawaslu," katanya.
Menurutnya, dalam menentukan memenuhi unsur atau tidaknya seorang cakada dalam mengajukan sengketa pemilihan, Bawaslu kabupaten/kota haruslah berkoordinasi dengan Bawaslu provinsi dan pusat. “Ini penting untuk menjaga asas umum pemerintahan yang baik bagi Bawaslu di segala jajaran," tegasnya. (khf/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: