Mantan Pengacara Setya Novanto Siapkan Bukti Baru Kasus Korupsi e-KTP
Mantan Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi dan tim penasihat hukumnya bakal menyerahkan bukti baru atau novum atas perkara merintangi penyidikan kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) yang menjeratnya. Novum tersebut dicantumkan seiring dengan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukannya ke Mahkamah Agung (MA).
Persidangan perdana PK Fredrich digelar hari ini di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dalam persidangan tersebut, Fredrich melalui tim penasihat hukum membacakan permohonan PK di hadapan majelis hakim.
"Agenda sidang hari ini adalah pertama kami sudah kami bacakan atas permohonan peninjauan kembali dari Pak Fredrich," ujar Rudy, Jumat (23/10).
Rudy membeberkan, persidangan selanjutnya akan digelar pada 6 November 2020 mendatang. Penyerahan novum akan dilakukan pada persidangan itu. Selain novum, ia berencana juga akan menghadirkan dua saksi ahli di persidangan berikutnya pada 13 November 2020.
"Pengajuan PK Fredrich itu kan normatif saja, hal-hal terkait adanya novum yang belum diajukan disampaikan di pengadilan sekarang disampaikan lalu tambahan dari ahli, di sisi lain kita mengupas masalah penerapan hukum," ungkap Rudy.
Meski begitu, Rudy enggan membeberkan novum baru seperti apa yang akan diajukan kliennya. Ia pun meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan Fredrich lantaran saat perkara berlangsung kliennya itu tengah menjalani profesi sebagai pengacara.
"Ya inti PK Pak Frederich sesuai tentang kesalahan penetapan hukum tentang novum itu, yang dilakukan Pak Frederich tidak salah dan mohon dibebaskan karena dia menjalankan profesi, itu saja," ucap Rudy.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan selaku pihak termohon akan membuat tanggapan setelah menerima salinan resmi novum yang diajukan Fredrich.
"Dari sisi kami sebagai termohon nantinya setelah kita lihat fakta-fakta yang diajukan akan kami buat tanggapan/kesimpulan apakah PK yang diajukan itu berdasarkan novum atau tidak. Apakah sudah memenuhi ketentuan sebagaimana permohonan PK atau tidak, nanti kan yang menguji majelis hakim di tingkat PK di Mahkamah Agung," kata Jaksa Takdir.
Diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat memvonis Fredrich hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan pada 28 Juni 2018. Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yakni 12 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Perkara lantas melenggang ke tingkat banding. Namun, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan putusan tingkat pertama Fredrich. Tak puas, Fredrich mengajukan kasasi ke MA. Akan tetapi, hukumannya justru diperberat menjadi 7,5 tahun.
Fredrich dinyatakan terbukti bersalah menghalangi proses hukum oleh penyidik KPK terhadap Setya Novanto yang saat itu berstatus tersangka kasus korupsi proyek KTP-el oleh majelis hakim. Ia saat itu merupakan kuasa hukum Novanto.
Majelis hakim menyatakan Fredrich terbukti melakukan rekayasa agar Novanto dirawat inap di Rumah Sakit (RS) Medika Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ia disebut telah memesan kamar pasien untuk merawat Novanto terlebih dahulu sebelum mantan petinggi Partai Golkar itu mengalami kecelakaan.
Fredrich juga disebut meminta dokter RS Medika untuk merekayasa data medis Novanto. Seluruh perbuatan itu dilakukan dia dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: