Puluhan Anak di Brebes Jadi Korban Kekerasan, 111 Bermasalah, Didominasi Kejahatan Seksual

Puluhan Anak di Brebes Jadi Korban Kekerasan, 111 Bermasalah, Didominasi Kejahatan Seksual

Berdasarkan jenis kasus sesuai UU Nomor 35/ 2014 Pasal 59, puluhan anak di Kabupaten Brebes menjadi korban kekerasan. Data Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif Tiara Brebes menyebutkan, 38 anak menjadi korban kekerasan dalam beberapa jenis.

Koordinator Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif Tiara Brebes Slamet Gembira mengungkapkan, jumlah kekerasan tersebut terbagi empat jenis kekerasan. Yakni, eksploitasi secara ekonomi dan seksual anak sebanyak satu orang, 16 anak mengalami kekerasan fisik, mental dan atau perdagangan. Sebanyak 18 anak menjadi korban kejahatan seksual dan tiga anak lainnya korban penelantaran.

Dijelaskannya, ada beberapa penyebab tingginya jumlah kasus kekerasan pada anak di Brebes. Salah satunya, yakni tingginya kesenjangan sosial dan permasalahan yang kompleks.

Ditambahkannya, jumlah tersebut merupakan pendataan 2019 dan 2020. Data itu belum termasuk 8 anak penyandang disabilitas. Serta lima anak dengan perilaku sosial menyimpang. 

"Untuk menekan angka jumlah kekerasan terhadap anak, pihaknya telah menggandeng semua stakeholder terkait. Termasuk 15 OPD lintas sektoral," ucapnya

Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3KB) Kabupaten Brebes Sri Gunadi Parwoko mengatakan, selain mendapatkan laporan puluhan anak menjadi korban kekerasan, pihaknya telah menangani sebanyak 111 kasus permasalahan anak.

Jumlah tersebut terdiri dari, tujuh kasus anak dalam situasi darurat. Sebanyak 22 kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Lalu 17 anak jadi korban kekerasan fisik dan atau psikis. Kemudian 43 anak jadi korban kasus kejahatan seksual. 

Selanjutnya, 14 kasus anak dengan perilaku sosial menyimpang. Lima anak korban kasus perlakuan salah dan penelantaran. Satu kasus anak dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual. Serta dua kasus anak jadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.

"Banyak temuan kasus tersebut. Didominasi kekerasan seksual terhadap anak. Itu yang menjadi perhatian khusus penanganannya," ungkapnya.

Dengan adanya kerja sama lintas sektor, diharapkan dapat mengoptimalkan tupoksi dan sinergitas. Khususnya pelayanan kesejahteraan dan perlindungan anak secara terarah, komprehensif, terpadu dan berkelanjutan. 

"Selain itu, kerja sama lintas sektoral diharapkan bisa memfasilitasi anak dalam situasi rentan atau yang berisiko. Seperti mengalami kekerasan, eksploitasi, penelantaran hingga perlakuan salah serta anak yang butuh perlindungan khusus dan terlibat hukum," pungkasnya. (ded/ima)

Sumber: