Penolakan UU Omnibus Law Meluas, Muhammadiyah Minta Warga dan Masyarakat Tahan Diri

Penolakan UU Omnibus Law Meluas, Muhammadiyah Minta Warga dan Masyarakat Tahan Diri

"Memang sebaiknya DPR dan pemerintah agar lebih rinci dalam membuat peraturan turunan terkait klaster ketenagakerjaan sehingga tidak multi tafsir dan melahirkan penolakan dari buruh," ujarnya.

Senada diungkapkan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah. Dia menyesalkan adanya banyak informasi yang salah di masyarakat terkait UU Cipta Kerja.

Pembelokan informasi paling masif terjadi pada klaster ketenagakerjaan yang disinyalir motifnya untuk memprovokasi kalangan buruh. Padahal, semangat dari UU Cipta Kerja adalah memberikan perlindungan secara komprehensif terhadap pekerja.

"Setop penyebaran hoaks untuk memprovokasi kalangan buruh. Ini sangat mengganggu produktivitas kita dalam bekerja untuk memulihkan ekonomi sebagai akibat dampak dari pandemi COVID-19," ujarnya.

Menurutnya, penyesatan informasi tersebut sangat berbahaya dan bisa menimbulkan gejolak di tengah tengah masyarakat. Karenanya, dia meminta semua elemen menahan diri agar tidak menjadi corong penyebaran hoaks soal UU Cipta Kerja tersebut.

Said memastikan UU Cipta Kerja memberikan perlindungan yang komprehensif bagi tenaga kerja. Bahkan untuk pekerja kontrak pun diberikan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Saya pastikan UU Cipta Kerja membuat para tenaga kerja akan banyak terbantu," kata Said.

Dia menegaskan tidak benar bahwa tidak ada status karyawan tetap dan perusahaan bisa melakukan PHK kapanpun. Ketentuan dalam Pasal 151 Bab IV UU Cipta Kerja memberikan mandat yang jelas bahwa pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja mengupayakan tidak terjadi PHK.

Bila akan melakukan PHK, ketentuannya diatur dengan tahap yang jelas, harus melalui pemberitahuan ke pekerja, perlu ada perundingan bipartit, dan mekanisme penyelesaian hubungan industrial.

"Jadi tidak serta merta langsung bisa PHK," ujarnya.

Selain itu di Pasal 153 Bab IV juga mengatur pelarangan PHK dikarenakan beberapa hal misalnya berhalangan kerja karena sakit berturut turut selama satu tahun, menjalankan ibadah karena diperintahkan agamanya, menikah, hamil, menjadi anggota serikat pekerja, mengadukan pengusaha kepada polisi karena yang bersangkutan melakukan tindak kejahatan, dan lain-lain.

Pasal 154 Bab IV UU Cipta Kerja mengatur PHK hanya boleh antara lain karena penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan perusahaan, perusahaan tutup karena kerugian, serta pekerja sakit berkepanjangan lebih dari satu tahun. Selain itu, lanjutnya, tidak benar karyawan alih daya atau outsourching bisa diganti dengan kontrak seumur hidup, karena hal itu diatur dalam Pasal 66.

Kemudian dia juga menuturkan tidak benar bahwa hak cuti karyawan dihilangkan, karena hal itu diatur dalam Pasal 79. Selain itu dia mengatakan tidak benar bahwa jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang, karena ada dalam Pasal 82. (gw/zul/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: