Tulis Tangan, Jaksa Pinangki Bantah Sebut-sebut Nama Mantan Ketua MA dan Jaksa Agung
Jaksa Pinangki Sirna Mulasari mengklaim tidak pernah menyebut nama mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Jaksa Agung ST Burhanuddin selama penyidikan di Kejaksaan Agung.
"Perihal nama Hatta Ali (mantan Ketua Mahkamah Agung) dan Bapak S.T. Burhanudin (Jaksa Agung ) yang dikait-kaitkan namanya belakangan ini dalam permasalahan hukum terdakwa, sama sekali tidak ada hubungannya. Terdakwa tidak pernah menyebut nama beliau dalam penyidikan dan penuntutan perkara terdakwa," beber Jefri.
Pinangki sendiri melalui surat tertulis menyampaikan permintaan maaf kepada mantan Ketua MA Hatta Ali dan Jaksa Agung ST Burhanuddin, karena nama keduanya tersangkut dalam perkara itu. Surat tersebut ditulis tangan oleh Pinangki.
Dalam surat itu Pinangki mengaku tidak pernah sekali pun menyebut nama-nama tersebut dalam pemeriksaan. Menurutnya, dirinya memang tidak pernah mengetahui action plan.
Apalagi membuat action plan. Namun saya meminta maaf kepada Bapak Hatta Ali dan Bapak Burhanudin yang namanya disebut-sebut dalam permasalahan hukum yang saya hadapi.
"Bahwa terdakwa tidak pernah membuat atau menyampaikan action plan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung kepada Joko Tjandra," tukas Jefri.
Tak hanya itu. Pinangki juga tidak pernah meminta uang USD 10 juta kepada Joko Tjandra.
"Tidak pernah terdakwa meminta maupun menerima USD 500.000 baik dari Joko Soegiarto Tjandra maupun dari orang lain. Terdakwa juga tidak pernah menyerahkan USD 50.000 kepada Anita Kolopaking di Apartemen Essence Dharmawangsa," papar Jefri.
Dalam perkara ini Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan. Pertama penerimaan suap sebesar USD 500.000 (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.
Kedua, pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar USD 444.900 atau sekitar Rp6.219.380.900,00 sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.
Ketiga adalah pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai USD 10 juta. Sidang akan dilanjutkan, Rabu (7/10), untuk mendengarkan pendapat penuntut umum atas eksepsi.
Terpisah, kuasa hukum mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Gunawan Raka menyatakan tidak ada nama kliennya dalam alat bukti Rp7 miliar dari Joko Tjandra. Tanda terima dari Djoko Tjandra hanya pada Tommy Sumardi.
"Di alat bukti memang ada rentetan Rp7 miliar. Tapi uangnya nggak ada. Hanya ada tanda terima dari Joko yang terima Tommy. Tidak ada kepada Napoleon," kata Gunawan Raka, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (30/9).
Menurutnya, tidak ada kaitan Napoleon dengan USD 20 ribu. Uang tersebut terkait dengan perkara lain. "Untuk USD 20 ribu itu, saya baru tahu di sidang ini. Ternyata USD 20 ribu itu nggak ada kaitannya. Itu ada di perkara lain," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: