DPR Akan Batasi Peserta Rapat, Sisanya Pakai Virtual

DPR Akan Batasi Peserta Rapat, Sisanya Pakai Virtual

DPR RI akan membatasi kehadiran anggota DPR dalam setiap rapat. Yaitu hanya 20 persen dari jumlah anggota tiap Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan komisi.

Pembatasan ini akan diberlakukan mulai pekan depan. Kebijakan terkait diambil setelah diberlakukannya kembali kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta mulai 14 September 2020.

"Jadi komposisi yang hadir dalam rapat yaitu pimpinan komisi dua orang, perwakilan fraksi 9 orang. Sisanya virtual," kata Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar di Jakarta, Kamis (9/9) kemarin.

Dia mengatakan tidak ada rencana pengurangan jadwal rapat di DPR RI. Karena masing-masing komisi sedang mengejar target kinerja dengan tiap mitra kerjanya.

Namun, jadwal rapat-rapat tersebut akan dibatasi. Yaitu maksimal hingga pukul 18.00 WIB. Sekali rapat paling lama 4 jam. "Di balkon tiap ruang rapat pun dibatasi maksimal 5 orang. Teman-teman media bisa melihat secara streaming," imbuhnya.

Untuk mitra kerja yang hadir dalam rapat di DPR juga dilakukan pembatasan. Misalnya menteri, satu sekjen kementerian, lima Eselon I, dan maksimal delapan orang pendamping. "Selebihnya kalau ada pendamping silahkan ke balkon ruang rapat," tandasnya.

Indra menjelaskan konsep aturan yang sudah disiapkan tersebut akan dibahas bersama dengan Pimpinan DPR untuk disetujui. Dia menegaskan DPR sangat memperhatikan dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19. Khususnya kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan kembali menerapkan PSBB pekan depan.

"Secara prinsip penerapan protokol kesehatan di DPR tidak jauh berbeda. Namun pengetatan akan dilakukan. Penggunaan masker, cuci tangan, dan jaga jarak akan diawasi lebih ketat," paparnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Marwan Jafar mendorong Kementerian BUMN memberikan vaksin COVID-19 secara gratis kepada masyarakat yang kurang mampu.

Menurut dia, pemberian vaksin COVID-19 secara gratis itu tidak hanya kepada masyarakat yang terdaftar BPJS Kesehatan. Tetapi juga kepada masyarakat informal yang kurang mampu.

"Bagi masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi harus diberikan secara gratis. Tidak hanya yang masuk BPSJ Kesehatan. Tetapi juga kepada BPJS Ketenagakerjaan, penerima bansos, BLT (bantuan langsung tunai), tukang gorengan, juga termasuk wartawan," ujar Marwan di Jakarta, Kamis (10/9).

Ia menilai pemberian vaksin COVID-19 secara gratis kepada masyarakat kurang mampu merupakan bukti negara hadir di tengah-tengah situasi pandemi. Marwan menilai pemerintah juga harus transparan terhadap keselamatan dalam penggunaan vaksin tersebut.

"Soal keselamatan, kalau ada masalah, harus transparan dan diumumkan ke publik," terangnya.

Selain itu, Marwan juga meminta BUMN farmasi harus mengantisipasi kekuatan produksi vaksin tersebut. Sehingga perlu menggandeng perusahaan farmasi raksasa untuk transfer teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai bentuk mempersiapkan investasi bidang kesehatan. (rh/zul/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: