Pemilihan Langsung atau Tidak Tetap Ada Duitnya, Pengamat: Buzzer Masih Akan Dipakai

Pemilihan Langsung atau Tidak Tetap Ada Duitnya, Pengamat: Buzzer Masih Akan Dipakai

Politik uang dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) selalu ada. Baik secara langsung atau lewat DPRD. Keduanya berpotensi terjadi politik uang. Yang berbeda hanya modelnya.

"Sama-sama ada money politics-nya. Mau eceran atau mau borongan, kan sama-sama tidak bisa dihindari," kata Menkopolhukam Mahfud MD dalam diskusi bertajuk 'Pilkada dan Konsolidasi Demokrasi Lokal' secara daring, Sabtu (5/9).

Menurutnya, ketika adanya perdebatan pilkada harus langsung atau tidak, dirinya sudah pernah menyampaikan hal itu. Bahkan ditulis dalam keputusan MK terkait potensi politik uang di pilkada.

"Kalau pilihan langsung kepada rakyat itu money politics-nya eceran. Kalau lewat DPRD itu borongan, bayar ke partai, selesai. Kalau ke rakyat seperti sekarang ini pakai amplop satu-satu," imbuhnya.

Dia menjelaskan pengalamannya waktu menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Saat itu, dia menemukan kecurangan dalam pilkada. Kecurangan-kecurangan yang luar biasa. Seperti penggunaan dana pemerintah oleh petahana, hingga bermacam-macam kejadian kriminalitas.

"Kalau nggak salah ada 12 jenis pelanggaran pilkada. Mulai dari pidana sampai administratif," terangnya.

Waktu itu, lanjut Mahfud, memang ada pemikiran soal kemaslahatan. Sehingga tercetus pilkada sebaiknya kembali ke DPRD. Namun setelah itu, dalam prosesnya Indonesia memilih, pilkada digelar secara langsung dan dipilih oleh rakyat bukan DPRD.

"Pertimbangannya karean ada sejumlah hal-hal positif dari sistem tersebut. Jadi itu sudah final secara hukum. Itulah pilihan kita. Itulah sejarahnya mengapa kita harus tetap melaksanakan pilkada secara langsung. Karena kita tidak bisa lagi memutar jarum sejarah, perdebatan sudah selesai," paparnya.

Pada kesempatan itu, Mahfud mengungkapkan adanya anggaran tambahan Pilkada 2020 sebesar Rp5 triliun. Untuk itu, mantan Ketua MK ini meminta agar penerapan protokol kesehatan COVID-19 agar diterapkan secara sungguh-sungguh.

"Tidak kurang dari Rp5 triliun ada tambahan dana. Berarti ini protokol kesehatannya harus sungguh-sungguh," pungkasnya.

Sementara itu, analisis politik Pangi Syarwi Chaniago meminta pasangan calon kepala daerah maupun tim kampanyenya bijak dalam menyampaikan visi-misi dan program kerja melalui media sosial.

"Visi-misi dan program yang disampaikan tim kampanye melalui media sosial sasarannya untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas pasangan calon. Sehingga membutuhkan pengelolaan khusus. Agar pesannya sampai ke publik," tegas Pangi.

Dengan meningkatnya popularitas dan elektabilitas, pemilih menjadi suka dan muncul keinginan memilih pasangan calon tersebut. "Untuk menyampaikan visi-misi dan program melalui media sosial tentu ada ilmunya. Ada caranya meyakinkan publik, agar pemilih memutuskan memilih pasangan calon itu," terangnya.

Salah satu caranya, pasangan calon merekrut buzzer. Yakni pemilik akun media sosial untuk terus memviralkan visi-misi dan program yang disampaikan pasangan calon kepala daerah di media sosial.

Sumber: