Minta Kadernya Mawas Diri, Megawati: Yang Korupsi Pasti Kalangan Elite

Minta Kadernya Mawas Diri, Megawati: Yang Korupsi Pasti Kalangan Elite

Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, sejumlah partai mulai memanaskan mesin. Kemarin, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri memberikan pembekalan ke calon kepala daerah yang mengikuti sekolah partai.

Presiden RI ke-5 ini meminta calon kepala daerah mawas diri. Putri presiden Soekarno ini juga mengatakan ada sejumlah kader yang terjerat kasus korupsi. Padahal, KPK didirikan di era pemerintahan Megawati dengan harapan kadernya disiplin.

"Saya sangat sedih kalau melihat dari kalangan PDIP itu ada yang diambil oleh KPK. Ingat ya, KPK itu saya yang buat lho. Kalau nggak percaya lihat pembentukan KPK. MK juga. KPK saya buat untuk apa? Untuk mendisiplinkan kita. Tetapi kebanyakan mana ada rakyat yang bisa korupsi. Yang korupsi pasti kalangan elite," tegas Megawati di Jakarta, Jumat (21/8).

Menurut Megawati, seorang pemimpin itu harus berhati-hati akan tugasnya dan tidak lupa diri. Jika ada kepala daerah yang lupa diri sampai terlibat kasus korupsi, dipastikan akan masuk KPK.

"Kalau pemimpinnya hanya mau jadi bupati, wali kota, setelah itu lupa diri, yang ada nanti masuk KPK," imbuhnya.

Sementara itu, Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar mengungkapkan ada potensi pelanggaran yang dapat ditemukan saat penggunaan dana kampanye. Terutama saat pandemi COVID -19 .

Fritz mengungkapkan potensi pelanggaran bisa ditemukan saat adanya penggunaan anggaran bantuan sosial pemerintah. Biasanya, dia melihat anggaran dipergunakan untuk mengkampanyekan pasangan calon (paslon) tertentu di tengah masa pandemi.

"Belum lagi bagaimana hubungan bansos dengan anggaran untuk disampaikan dalam laporan dana kampanye. Ini bisa jadi potensi dan rentan sekali," ujar Fritz di Jakarta, Jumat (21/8).

Dia menyatakan ada juga potensi pelanggaran dalam penggunaan anggaran Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan untuk kampanye. Dari hal tersebut, Bawaslu akan menelisik motif di balik CSR. Apakah mendukung salah satu paslon atau tidak.

"Sebenarnya bisa saja. Tetapi itu jadi pelanggaran kalau tidak dilaporkan atau tanpa melalui rekening khusus dana kampanye," jelasnya.

Soal rekening khusus dana kampanye, menurutnya rentan terjadi potensi pelanggaran. Fritz melihat hal ini bisa ditelusuri terkait hubungan antara akun rekening pribadi paslon dengan rekening khusus kampanyenya.

Berdasarkan temuan Bawaslu terdahulu, ada sumber dana kampanye yang identitas penyumbangnya tidak jelas. Bahkan dengan cara memecah sumbangan besar dalam nominal kecil dengan waktu yang berdekatan dan nominal yang sama.

"Lalu potensi yang terlihat jelas adalah penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang tidak tercatat di rekening khusus dana kampanye," papar Koordinator Divisi Hukum, Humas, dan Data Informasi Bawaslu tersebut. (khf/fin/rh)

Sumber: