PJI Tolak Pendampingan Hukum Jaksa Pinangki, Wakil Ketua KPK: Berpotensi Munculkan Konflik Kepentingan

PJI Tolak Pendampingan Hukum Jaksa Pinangki, Wakil Ketua KPK: Berpotensi Munculkan Konflik Kepentingan

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango memandang rencana pendampingan hukum Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari institusi kejaksaan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait kasus Joko Tjandra berpotensi memunculkan konflik kepentingan.

Nawawi mengatakan, Pinangki tak pantas mendapat pendampingan dalam proses hukum. Ia justru khawatir pendampingan dapat menimbulkan kecurigaan publik.

"Pendampingan itu akan semakin menimbulkan prasangka kecurigaan publik dan dangat memberi kesan ketertutupan kejagung dalam menangani kasus dimaksud," ujar Nawawi ketika dihubungi, Kamis (20/8).

Maka dari itu, Nawawi meminta Kejaksaan Agung dapat mempertimbangkan kembali upaya pendampingan Pinangki dalam perkaranya.

"Akan sangat baik bagi kejagung jika meninjau kembali rencana pendampingan jaksa P (Pinangki) hanya karena argumen yang bersangkutan masih berstatus jaksa," tutur Nawawi.

Terpisah, Ketua Umum Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Setia Untung Arimuladi menegaskan tidak akan memberikan pendampingan hukum terhadap Pinangki. Sebab, menurut dia, kasus Pinangki bukan merupakan permasalahan hukum yang berkaitan dengan tugas profesional seorang jaksa.

"Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) tidak akan memberikan pembelaan terhadap Jaksa PSM (Pinangki), mengingat perbuatan yang bersangkutan bukan merupakan permasalahan hukum yang terkait dengan tugas profesinya sebagai Jaksa, melainkan telah masuk dalam ranah pidana," ujar Setia dalam keterangan tertulis.

Setia memaparkan, pada dasarnya setiap anggota PJI berhak mendapat pendampingan hukum, termasuk Pinangki. Hal itu diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d Anggaran Rumah Tangga PJI. Pemdampingan hukum, kata dia, diberikan dalam bentuk penyiapan pendampingan oleh penasihat hukum guna memastikan terpenuhinya hak-hak anggota yang menghadapi masalah hukum sesuai KUHAP.

"Adapun pendampingan diberikan oleh penasihat hukum profesional, sehingga tidak menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest) dengan proses hukum yang sedang berjalan," ucap dia.

Hanya saja, menurut Setia, pendampingan hukum pada hakikatnya diberikan sebagai bentuk kewajiban organisasi dan diberikan kepada setiap anggota sebagai hak. Dalam hal menghadapi permasalahn hukum terkait dengan tugas profesi anggota selaku jaksa baik di dalam maupun di luar pengadilan.

"PJI sebagai pilar institusi Kejaksaan Republik Indonesia mendukung visi dan misi organisasi untuk menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme dengan menindak Jaksa yang melakukan pelanggaran hukum, sehingga untuk memberikan pendampingan hukum, perlu mempertimbangkan kepentingan Institusi Kejaksaan yang lebih besar," tutur Setia.

Setia menyatakan, kasus Pinangki ini dapat menjadi peringatan bagi jaksa lain untuk tidak bermain-main dalam melaksanakan tugas, kewenangan, dan pengabdian bagi institusi.

"Saya selaku Ketua Umum PJI mengajak untuk bersama sama bersatu menjaga integritas, profesional, ikhlas dalam bekerja, dan berkarya untuk masa depan Institusi Kejaksaan yang lebih baik," tutupnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, saat ini Jaksa Pinangki masih berstatus sebagai jaksa dan masuk dalam organisasi kejaksaan yaitu Persatuan Jaksa Indonesia (PJI). Dengan masih melekatnya status Jaksa dalam diri Pinangki, maka ia tetap mendapat pendampingan hukum dari PJI jika terjadi masalah.

Sumber: