Sanksi Iklan Minuman Keras Berpotensi Dihapus di RUU Ciptaker, DPR: Ini Bertentangan dengan Etika Penyiaran

Sanksi Iklan Minuman Keras Berpotensi Dihapus di RUU Ciptaker, DPR: Ini Bertentangan dengan Etika Penyiaran

RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) masih terus diperdebatkan. Kali ini berkaitan penghapusan sanksi bagi pihak yang menyiarkan iklan minuman keras, zat adiktif, dan lainnya yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi PKS Abdul Kharis Almasyhari menegaskan hal itu kepada wartawan, Rabu (12/8). Menurutnya, pasal 79 RUU Omnibus Law Ciptaker memuat sejumlah penghapusan pasal dalam UU Penyiaran 32/2002.

Antara lain yang memuat ketentuan mengenai pelarangan dan sanksi iklan niaga tentang minuman keras, zat adiktif, hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan dan agama, serta eksploitasi anak di bawah usia 18 tahun.

"Pasal 58 UU Penyiaran 32 Tahun 2002 telah mengatur pemberlakuan sanksi bagi pihak yang menyiarkan iklan minuman keras, zat adiktif, dan hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan, namun ketentuan pemberian sanksi itu diubah dan dihilangkan di draft RUU Cipta Kerja," ujar Abdul Kharis.

Menurut Abdul Kharis, jika ketentuan sanksi iklan niaga minuman keras (miras) dan eksploitasi anak dihapuskan diyakini akan semakin banyak produk-produk miras dan zat adiktif di media.

"Saya mengingatkan apabila ketentuan sanksi ini dihapus, akan semakin banyak pihak yang mengiklankan produk-produk minuman keras dan zat adiktif di media radio maupun televisi," tegas anggota dewan dari daerah pemilihan Jawa Tengah V ini.

Kharis mengatakan berdasarkan Pasal 79 draft RUU Ciptaker yang mengubah Pasal 58 UU 32/2002 tentang Penyiaran yang mengatur sanksi pidana pada pasal 46 ayat (3) terkait dengan aturan pelarangan iklan niaga. Larangan tersebut diberlakukan bagi pihak-pihak yang mengiklankan minuman keras dan zat adiktif di media radio dan televisi.

Karenanya, lanjut Kharis, ketentuan mengenai penghapusan sanksi ini bertentangan dengan etika penyiaran karena dapat merusak generasi muda Indonesia.

"Ini jelas dapat mengakibatkan kemunduran bagi dunia penyiaran Indonesia," tandasnya. Pasal 79 draft RUU Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, antara lain pada Pasal 16, 17, 25, 33, 34, 55, 56, 57, dan 58. (rmol/zul)

Sumber: