Bukti Kepastian Hukum, Grab Didenda Rp29,5 Miliar Justru Buat Senang Investor

Bukti Kepastian Hukum, Grab Didenda Rp29,5 Miliar Justru Buat Senang Investor

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhirnya menyatakan PT Grab Teknologi Indonesia dan PT TPI terbukti bersalah melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp7,5 miliar dan Rp4 miliar, serta Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp22,5 miliar dan Rp15 miliar. 

Dalam fakta persidangan yang diungkap KPPU dalam salinan putusan yang diterima hari ini mengungkapkan adanya integrasi vertikal di tubuh Grab dan TPI. Salah satunya melalui facilitating practices dalam penentuan strategi atau kebijakan perusahaan yang berbeda- beda terhadap mitra yang secara nyata sebagai perusahaan afiliasinya dibandingkan dengan mitra yang bukan afiliasinya.

Integrasi vertikal ini kemudian dimanfaatkan untuk melakukan penguasaan pasar dari hulu ke hilir yang berdampak pada penurunan persentase jumlah mitra non-TPI dan order dari mitra non-TPI.

Putusan tersebut, menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU FH UI) Dhita Wiradiputra sudah tepat.

Dikutip dari JPNN, dia mengapresiasi sanksi denda Rp29,5 miliar yang dijatuhkan PKPU terhadap Grab dan PT TPI. 

Menurut dia, putusan itu tidak akan membuat calon investor asing lari ketakutan. Sebaliknya, perkara Grab ini justru memperlihatkan adanya kepastian hukum dalam sektor bisnis Indonesia. 

“Ini justru memberikan kepastian hukum, dalam berusaha. Apalagi Grab itu di sebagian negara Asean itu telah dihukum, seperti di Malaysia dan Filipina,” ungkap Dhita, Selasa (7/7). 

Dia mengamati adanya perubahan model bisnis Grab, dari sebelumnya ride sharing menjadi penyediaan kendaraan. Perubahan tersebut pasti akan memicu terjadinya perbedaan layanan perusahaan kepada mitra pengemudi yang mengikuti program pengambilan kendaraan dari perusahaan dibandingkan yang tidak. 

“Kalau model bisnisnya seperti itu, kenapa tidak menjadi perusahaan transportasi. Kalau seperti sekarang, pada saat order turun, driver pasti berpikir ini karena ada program di PT TPI,” jelas dia. 

Untuk diketahui, Grab di negara asalnya, Malaysia, harus menelan pil pahit akibat dijatuhi denda sebesar RM86 miliar atau setara USD20,5 miliar dari Malaysia Competition Commission (MyCC) pada Oktober 2019. Bahkan upaya untuk meninjau ulang putusan itu pada Maret lalu juga berbuah penolakan di tingkat Pengadilan Tinggi Malaysia. MyCC menetapkan denda atas Grab atas tindakan pelanggaran atas ketentuan persaingan usaha tidak sehat dengan menerapkan larangan bagi mitranya untuk mempromosikan dan membantu mengiklankan layanan perusahaan pesaingnya usai keberhasilannya melakukan merger dengan Uber dan menjadikannya pihak yang dominan di pasar. 

Grab juga menghadapi tuntutan yang dilayangkan oleh komisi pengawas anti monopoli di Singapura dan Filipina menyusul merger dengan Uber. Baik Competition and Consumer Commission of Singapore maupun Philippine Competition Commission masing-masing mengenakan denda sebesar USD9,5 juta dan Php23,45 juta pada Grab setelah merger yang dilakukan sangat cepat dengan Uber justru memicu persaingan usaha tidak sehat di Singapura serta melanggar komitmen soal harga dan kualitas layanan di Filipina. (dil/jpnn/ima)

Sumber: