Tunjuk Hidung, Pengamat: Sri Mulyani dan Kementerian Teknis Harus Bertanggung Jawab
Kinerja para menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) jauh dari memuaskan. Padahal, di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 ini harus berlari kencang. Namun sebaliknya, berjalan santai.
Maka, tidak mengherankan Jokowi geram dengan kinerja mereka yang tidak optimal terutama dalam realisasi anggaran di masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L). Padahal, dalam kondisi seperti ini harus bekerja dengan cepat.
Tidak hanya itu saja, kegeraman Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga disebabkan lambannya realisasi stimulus anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat Covid-19.
Lantas bagaimana pandangan ekonom mengenai hal tersebut dalam menakar dampak rendahnya serapan anggaran yang memang sudah dijatah oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam APBN 2020.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna mengatakan, bahwa yang paling bertanggung jawab dalam problem serapan anggaran rendah adalah Kemenkeu dan kementerian teknis.
"Bicara soal anggaran, maka yang bertanggung jawab adalah Kemeterian Keuangan dan kementerian teknis. Misalkan, untuk anggaran kesehatan tentu Kementerian Keuangan punya andil yang menyebabkan lambannya penyerapan anggaran, dan juga selain Kementerian Kesehatan," katanya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (5/7).
Menurutnya, lambannya serapan anggaran tentunya akan berdampak pada pemuliahan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Seharusnya, dalam hal ini, harus diantisipasi pemerintah di mana memiliki peran utama dalam memulihkan perekonomian domestik.
"Lambannya penyerapan anggaran memiliki dampak pada pemulihan ekonomi. Sebab, dalam situasi krisis seperti ini pemerintah memilikin peran yang sentral dalam memulihkan ekonomi melalui belanja pemerintah dan insentif untuk pelaku usaha," tuturnya.
Kembali lagi, ia menegaskan, akar masalah lambannya pencarian dana ada di Kemenkeu. Padahal, seharusnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memudahkan pencairan dana bukan mempersulit dengan beragam birokrasi yang seolah mempersulit realisasi anggaran K/L.
"Dananya ada tapi skema yang dibuat Kementerian Keuangan tidak jalan karena sangat birokratis. Padahal presiden seringkali menyebutkan para menteri untuk cepat dalam mengeluarkan anggaran sebab saat ini kita dalam kondisi krisis," paparnya.
Sementara Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy menilai, rendahnya penyerapan anggaran akan berdampak adap pertumbuhan ekonomi tahun ini, terutama pada komponen belanja pemerintah,
Dia menyebutkan, komponen ini menyumbang 6,5 persen dari struktur Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I/2020 dan diharapkan bisa mendorong ketika komponen lain seperti konsumsi (58,14 persen PDB) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (31,91 persen PDB) tak bisa diandalkan karena perlambatan ekonomi akibat COVID-19.
Belum lagi pertumbuhan komponen belanja pemerintah sudah melambat menjadi 3,74 persen dari 5,22 persen di kuarta I/2019. Nah, efek rendahnya belanja K/L juga bisa merembes ke komponen lain. Misalnya jika realisasi rendah bisa menyeret komponen konsumsi rumah tangga sebab belanja terbesar ada di bantuan sosial (bansos).
"Penyerapan anggaran kementerian yang lebih rendah bisa berdampak pada pertumbuhan kuartal II/2020 akan lebih terkontraksi lebih dalam dari perkiraan pemerintah yang minus 3,8 persen," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: