Kekurangan Gizi Kronis, 1.540 Balita di Pekalongan Stunting

Kekurangan Gizi Kronis, 1.540 Balita di Pekalongan Stunting

Prevalensi stunting di Kabupaten Pekalongan pada tahun 2019 masih cukup tinggi, yakni 21,43 persen, atau masih ada 1.540 baduta (balita dua tahun) mengalami stunting. Meskipun jumlah kasus stunting dari tahun ke tahun mengalami penurunan, namun stunting tersebut masih berada di atas ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20 persen.

Pada tahun 2016 prevalensi stunting di Kabupaten Pekalongan sangat tinggi, yakni 32%. Berkat kerja keras jajaran Pemkab Pekalongan dan stakeholder lainnya, kasus stunting terus mengalami penurunan menjadi 28,3% di tahun 2018. Stunting ini di bawah nasional yang masih 30,8% dan Jateng 34,3%. Kasus stunting kembali menurun pada tahun 2019, yakni 21,43%.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan Setiawan Dwiantoro, saat Rembug Stunting Online di Aula Lantai 1 Setda, Rabu (1/7), mengatakan, pada tahun 2019 pihaknya menargetkan prevalensi stunting turun menjadi 28%, dan penurunan stunting melampui target di angka 21,43%. Jumlah kasus ada 1.540 baduta stunting di Kabupaten Pekalongan. Kasus ini masih di bawah nasional di angka 30% dan Provinsi Jateng di angka 28%.

Disebutkan, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Menurutnya, kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi stunting baru tampak setelah anak berusia 2 tahun.

Jika tidak diatasi, stunting bisa berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, dan menurunkan produktivitas yang selanjutnya bisa menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan.

"Pengalaman dan bukti internasional menunjukan stunting bisa mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20% dan mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup. Sehingga stunting bisa menciptakan kemiskinan antar generasi," papar dia.

Karenanya, Dinas Kesehatan terus menelurkan berbagai strategi dan program untuk mengatasi dan menurunkan stunting. Berbagai faktor penyebab stunting diurai, sehingga program yang dilakukan mengena. Berbagai intervensi dengan melibatkan komponen lain dilakukan. Hasilnya, dari tahun ke tahun angka stunting mengalami penurunan.

Sementara itu, Bupati Pekalongan Asip Kholbihi menuturkan Kabupaten  Pekalongan termasuk 160 kabupaten/kota yang menjadi prioritas dalam hal penanganan stunting. Pada tahun 2016, angka stunting Kabupaten Pekalongan di atas 30%.

Tingginya angka stunting menjadi perhatian pemkab yang ditindaklanjuti dengan menyusun program dalam RPJMD. Hasilnya, pada tahun 2019, angka stunting menjadi 21,4%, atau tinggal 1.540 kasus. "Ini sungguh capaian yang bagus. Dinkes, TP PKK, Bappeda, dan semua leading sektor yang bergerak di bidang penanggulangan stunting, apalagi pemerintahan  desa,” ungkap Bupati.

Dijelaskannya, diskusi atau rembug stunting dimaksudkan agar nanti dana dari CSR bisa lebih banyak lagi masuk ke Kabupaten Pekalongan. ”Kita tahu mendidik/melakukan edukasi terhadap pasangan muda itu tidak mudah, melakukan pembinaan setelah mereka punya balita butuh biaya yang besar, juga butuh support dari berbagai pihak. Oleh karena itu, rembug stunting menjadi strategis apalagi di tengah-tengah pandemi Covid ini,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, dengan adanya peningkatan angka kehamilan yang cukup tinggi pada saat ini harus menjadi perhatian, supaya tidak terjadi stunting yang bersumber pada masa pandemi Covid ini.

Bupati menambahkan, ke depan pihaknya sudah merumuskan secara  normatif agar di tengah situasi pandemi ini penyuluhan-penyuluhan terhadap ibu hamil tetap berjalan, meskipun dengan menggunakan protokol kesehatan.

“Kita tekankan lagi mumpung ini lagi situasi pandemi, para ibu hamil juga harus hati-hati, mereka harus rajin mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi, sehingga disamping untuk imunitas dirinya, juga untuk menjaga kesehatan bayinya. Sosialisasi ini akan terus dilakukan," ujar dia. (had/zul)

Sumber: