Kasus Novel Banyak Kejanggalan, seperti Jeruk Makan Jeruk

Kasus Novel Banyak Kejanggalan, seperti Jeruk Makan Jeruk

Proses persidangan kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memunculkan sederet kejanggalan. Hal itu diungkapkan Busyro Muqodas dalam diskusi bertajuk “Sengkarut Persidangan Penyerang Novel Baswedan” yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (19/6) kemarin.

Mantan Pimpinan KPK ini menyebut kejanggalan itu sebagaimana idiom ‘jeruk makan jeruk’. “Ada kejanggalan dalam peradilan sekarang,” ujarnya.

Di mana pelaku adalah anggota Polri aktif yang kemudian disidik oleh anggota Polri dan dibela tim hukum Polri. “Dibela, dicarikan pembela dan unsur pembela dari Polri. Nalar hukum seperti apa? Apakah ini nalar hukum Pancasila?” ungkapnya.

“Polri yang proses, Polri yang sediakan pengacara,” cetusnya.

Bahkan, mantan Pimpinan KPK ini juga menganggap adanya kejanggalan dalam proses peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kejanggalan itu antara lain barang bukti yang berubah yakni dari air keras menjadi air aki.

Lalu saksi kunci yang tidak diperiksa, hingga ada pembuktian yang dipaksakan. “Hasil Komnas HAM dicampakkan dan berujung pada tuntutan JPU hanya satu tahun dengan catatan jaksa ini wakil negara di bawah jagung dan jagung di bawah Presiden,” sesalnya.

Sementara, anggota KPK periode 2007-2011, Mochammad Jasin mengatakan, kasus Novel dianggap Kepolisian Indonesia dan Kejaksaan Agung sebagai perkara penganiayaan biasa yang tidak terkait dengan tugasnya sebagai penyidik KPK.

"Saya tidak ingin mempengaruhi proses hukum, kita hargai prosesnya, tapi kita boleh mengkritik,” tuturnya.

Menurutnya, jika kondisi ini dibiarkan begitu saja, maka akan membuat Indeks Persepsi Korupsi sangat melorot. “Penilaian publik tidak bagus, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi juga tidak bagus, UU KPK juga tidak bagus,” ungkapnya.

Karenanya, dia mengingatkan Presiden Jokowi agar melaksanakan penegakan hukum. Ia berujar, sebagai kepala negara, Presiden Jokowi bisa mengingatkan anak buahnya.

“INi bukan bermaksud mengintervensi. Ini sudah keterlaluan sandiwaranya, bukan intervensi proses hukum yang sedang berjalan tapi ini suara rakyat yang sudah geram,” kata dia. (ant/ruh/pojoksatu/zul)

Sumber: