Wapres: Orang-orang Banyak di Rumah, Kehamilan Meningkat

Wapres: Orang-orang Banyak  di Rumah, Kehamilan Meningkat

Angka kelahiran diprediksi meningkat saat wabah COVID-19. Penyebabnya selain karena umumnya masyarakat beraktivitas dari rumah, juga karena suplai alat kontrasepsi yang terhambat.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin memperkirakan angka kelahiran akan bertambah. Hal tersebut sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang menyebabkan sebagian besar masyarakat lebih banyak berada di rumah.

"Yang pasti, kelahiran akan bertambah karena banyak orang di rumah terus. Jadi, karena banyak di rumah, orang-orang itu tinggal di rumah terus, akhirnya kehamilan meningkat. Jadi, jumlah penduduk bisa makin banyak," katanyasaat halalbihalal virtual dengan jajaran Sekretariat Wapres (Setwapres) di Jakarta, Jumat (29/5).

Terkait hal tersebut, Ma'ruf meminta jajarannya di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk menyiapkan program kerja strategis dalam menghadapi potensi kekerdilan atau stunting pada anak.

"Stunting itu mungkin juga (bertambah) karena terganggu oleh situasi (COVID-19) bisa juga (kasusnya) bertambah berat," katanya.

Ma'ruf juga mengatakan, tantangan berat lainnya usai wabah COVID-19 adalah persoalan ekonomi, yaitu kemiskinan dan pengangguran.

"Tantangan yang kita hadapi makin berat, ya, tantangan COVID-19, tantangan ekonomi, tantangan tugas-tugas yang kemarin sudah membaik sekarang menjadi lebih berat lagi, seperti kemiskinan dan pengangguran," katanya.

Terkait potensi meningkatkan angka kelahiran, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan penyebab lainnya adalah produk kontrasepsi yang terbatas.

“Banyak klinik yang tidak siap menghadapi pandemi atau staf klinik yang tidak bisa memberikan pelayanan karena tidak dilengkapi APD. Ini juga secara internasional seperti itu, bukan hanya di Indonesia,” ujarnya.

Dikatakannya, banyak klinik tutup karena menghindari COVID-19. Dengan demikian, rantai pasok alat kontrasepsi menjadi terganggu, produksi alat kontrasepsi terbatas, dan pelatihan bagi provider berhenti.

“Kurangnya produk kontrasepsi memberikan risiko kehamilan yang lebih tinggi,” tegasnya.

Dijelaskan Hasto, jika 25 persen perempuan di usia produktif 20-30 tahun putus menggunakan kontrasepsi, maka angka fertilitas dapat mencapai 2.5 juta. Dibeberkannya, epidemiologi terjadinya kehamilan setelah perkawinan dapat dilihat dari rentang waktu.

"Satu bulan setelah perkawinan 25 persen, setelah 6 bulan menjadi 63 persen, 9 bulan menjadi 75 persen, 12 bulan 80 persen, dan 18 bulan perkawinan memiliki potensi hamil 90 persen," terangnya. (gw/zul/fin)

Sumber: