Daerah tersebut semakin ramai dan berkembang. Karena mengandalkan air hujan, hasil panen kurang maksimal.
Kemudian Ki Gede Sebayu ditemani oleh dua pengikut setianya Kiai Sura Lawayan dan Kiai Jaga Sura berjalan sepanjang tepi Kali Gung ke selatan sampai di pinggir Gunung Selapi.
Munculah ide untuk membuat bendungan di Kali Gung untuk mengairi sawah-sawah. Ia bersama dengan pengikutnya berhasil membuat bendungan yang diberi nama Bendungan Danawarih yang memiliki arti memberi air.
Selain itu, ia juga membuat beberapa bendungan juga yaitu Kali Jembangan, Kali Bliruk, dan Kali Wadas yang dikenal dengan sebutan Grujugan Curug Mas yang terletak di Dukuh Kemanglen.
Ki Gede Sebayu juga membangun masjid dan pondok pesantren di Desa Kalisoka. Ketika Pangeran Benowo diangkat menjadi Sultan Pajang, Ki Gede Sebayu diminta untuk menjadi patih, namun ia menolaknya.
Lalu, oleh Pangeran Benowo diangkat menjadi Demang atau sesepuh Tegal pada 15 Safar tahun 988 H, bertepatan dengan malam Jumat Kliwon 12 April 1580 M.
Pada Rabu Kliwon tanggal 12 Rabiul Awal 1010 H, bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1010 H, Ki Gede Sebayu diangkat menjadi juru demang atau setara dengan Tumenggung oleh Panembahan Senapati (Sutawijaya) Penguasa Mataram Islam. Tanggal tersebut diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Tegal.
Ki Gede Sebayu memiliki 2 orang putra, pertama Raden Ayu Giyanti Subalaksana yang menikah dengan Pangeran Purbaya, yang merupakan putra dari Panembahan Senapati. Kedua, Pangeran Hanggawana yang melanjutkan perjuangan dari Ki Gede Sebayu. (*)