radartegal.id - Biaya UKT naik menjadi sorotan tajam dalam dunia pendidikan Indonesia. Polemik ini kian memanas setelah berbagai unjuk rasa mahasiswa di sejumlah kampus negeri menolak kenaikan UKT yang dianggap memberatkan.
Kemendikbudristek melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi landasan bagi penyesuaian UKT.
Wakil Presiden Maruf Amin angkat bicara mengenai polemik ini. Menurutnya, tanggung jawab UKT seharusnya menjadi beban dan tanggung jawab bersama antara pemerintah, mahasiswa, dan perguruan tinggi.
"Solusinya itu ya dibagi. Ini ya harus menjadi beban pemerintah sesuai dengan kemampuan, menjadi beban mahasiswa sesuai dengan kemampuan, dan menjadi beban perguruan tinggi ini melalui badan-badan usaha yang dikembangkan untuk menanggung sebagian," jelas Wapres Maruf Amin.\
BACA JUGA: Komisi 10 DPR RI Cecar Mendikbud Nadiem Makarim Soal Biaya UKT Mahal dan Anggaran Pendidikan
BACA JUGA: Kritik Nadiem Makarim soal Biaya UKT Mahal, Masyarakat Makin Sulit Akses Pendidikan Tinggi
Beliau pun mengusulkan skema pembagian beban UKT yang lebih adil dan meringankan mahasiswa.
Prof. Yebriani, pakar pendidikan nasional, turut menyoroti kecilnya porsi anggaran operasional dari pemerintah pusat kepada PTN sebagai salah satu pemicu naiknya UKT.
"Alokasi anggaran pendidikan nasional dari pemerintah untuk PTN yang porsinya makin mengecil," ungkap Prof. Yebriani.
Ia pun mengusulkan agar pihak rektorat kreatif mencari solusi pembiayaan operasional di kampusnya, seperti membuka ruang-ruang kreativitas dan inovasi, menjual "intelektual kapital", dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak.
Peran Penting Pemerintah dan Perguruan Tinggi
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menanggapi polemik ini dengan menyatakan akan mengevaluasi Permendikbud 2/2024 dan mendorong perguruan tinggi mencari sumber pendanaan lain di luar UKT.
"Kami akan terus berdialog dengan berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik bagi keberlangsungan pendidikan tinggi di Indonesia," tutur Nadiem Makarim.
Komisi X DPR RI pun mendesak Kemendikbudristek untuk merevisi Permendikbud 2/2024.