Masjid Agung Kota Tegal memiliki dua lantai yang mampu menampung kurang lebih 4500 jamaah. Ruang utama masjid berada di lantai bawah, sedangkan lantai dua digunakan sebagi pusat kegiatan keagamaan, seperti pengajian umum, kajian khusus bapak-bapak, kajian khusus ibu-ibu, daan kajian khusus remaja.
Kajian khusus bapak-bapak dan ibu-ibu dilaksanakan setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu ba’da subuh, sedangkan pengajian untuk remaja dilaksanakan pada hari hari Rabu, Kamis, dan Sabtu malam. K husus pengajian untuk masyarakat umum diselenggarakan setiap hari Senin ba’da subuh.
BACA JUGA: Salat Idul Fitri di Masjid Agung Tegal Digelar dengan Protokol Kesehatan Ketat
Tepat di depan masjid terdapat Alun-alun Kota Tegal. Seringkali alun-alun digunakan sebagai tempat tambahan untuk menampung jamaah Masjid dikala hari-hari besar, seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Sementara itu, di belakang masjid merupakan jalan protokol kota Tegal dan Kampung Kauman, Kelurahan Pekauman yang menjadi salah satu basis etnis Arab di kota Tegal
3. Tradisi Ramadhan di Masjid Agung Kota Tegal
Saat Bulan Ramadhan tiba Masjid Agung Kota Tegal memiliki tradisi yang cukup unik, yakni tradisi plenthong dhem. Plenthong dhem merupakan yaitu pembakaran petasan raksasa di halaman masjid, sebagai pertanda buka puasa.
Suara petasan ini konon katanya sampai radius beberapa kilometer Kota Tegal. Sebelum menyalakan petasan, para ulama membacakan sholawat dan doa-doa sebelum buka puasa tiba. Tradisi ini berlangsung sampai akhir tahun 1980-an.
BACA JUGA: 103,5 Kilogram Bahan Pembuat Petasan Disita Polisi dari Rumah Warga di Tegal
KESIMPULAN
Setiap daerah pasti mempunyai ciri khas, tak terkecuali di Kota Tegal. Masjid Agung Kota Tegal salah satu bangunan ikonik yang memiliki sejarah dan tradisi yang melekat. Demikian s ejarah Masjid Agung Kota Tegal sebagai saksi bisu Perang Diponegoro yang bisa jadi opsi menambah pengetahuan tentang masjid yang indah satu ini. Semoga bermanfaat. (*)