Agen ABK Tegal Ajukan Judicial Review UU Pekerja Migran Indonesia ke MK, Ini Alasannya

Rabu 13-09-2023,06:45 WIB
Reporter : Yeri Noveli
Editor : Adi Mulyadi

Baik pada tingkatan undang-undang yaitu berbenturan dengan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sampai dengan tingkatan Peraturan pelaksanaannya.

Yaitu PP No 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran dengan PP No 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.

"Dengan beralihnya kewenangan Kemenhub menjadi kewenangan Kemnaker dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), maka jaminan perlindungan serta hak-hak bagi pelaut yang telah diformulasikan pada peraturan perundang-undangan terkait dengan pelayaran tidak dapat diaplikasikan kepada pelaut," kata Fathur.

Kuasa hukum Direktur PT Mirana Nusantara Indonesia Ahmad Daryoko, Ahmad Faisal, mengatakan kliennya merupakan direktur perusahaan yang bergerak dalam aktivitas manning agency dan mengklaim pihaknya telah memiliki dokumen Perizinan Berusaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK).

BACA JUGA:Gebyar Budaya Religi Meriahkan Harlah Yaumi Kabupaten Tegal Ke-35

Namun karena belum memiliki Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI), pihaknya mengaku mengalami kerugian spesifik dan aktual.

Dia juga menyebutkan bahwa kliennya merasa dikriminalisasi dengan ditetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh Polda Jateng pada Juni 2023 lalu.

"Kita merasa sebagai korban atas dualisme aturan yang sedang berlaku. Padahal kita memiliki SIUPPAK tapi kita diharuskan untuk memiliki SIP2MI. Sebagai kuasa hukum, saya merasa klien saya dirugikan sebagai korban, karena kalau mengikuti UU No 18 Tahun 2017 maka sudah dirubah di UU Cipta Kerja," paparnya.

Menurutnya, SIP2MI sudah tidak pidana lagi, namun administratif. Jika mengacu PP 22 Tahun 2022 itu pun sama. SIP2MI bagi manning agency juga administratif.

BACA JUGA:Lomba Kota Sehat, Tim Juri Kagum dengan Inovasi Bank Sampah Marga Jaya Rindang Kota Tegal

Dia berharap, supaya terjadi harmonisasi regulasi khusus pelaut sehingga tidak terjadi tumpang tindih perizinan antara Kemnaker, BP2MI dengan Kemenhub.

"Sebagai konsekuensi, pelaut menanggung beban tambahan kewajiban adiministrasi perizinan dan tentunya waktu biaya. Ini berpotensi adanya kemungkinan disisihkannya pelaut-pelaut Indonesia dalam posisi pekerjaan di kapal asing. Karena pemilik kapal akan merekrut pelaut dari negara lain," ujarnya.

Karena itulah, lanjut dia, Pasal 4 ayat (1) huruf c UU No 18 Tahun 2017 perlu dilakukan judicial review atau political review dengan mengeluarkan pelaut dari kelompok pekerja migran dan ditegaskan dalam Pasal 5 UU PMI 2017, bersama sejumlah pekerja lainnya yang dieksklusi sebagai pekerja migran.

"Ini tujuannya untuk menjaga konsistensi legislasi antara UU PMI 2017 dengan tiga konvensi ILO sebagai induk legislasi dan tata kelola migrasi ketenagakerjaan internasional," tandasnya. *

Kategori :