TEGAL– Kesenjangan fasilitas dan layanan pendidikan masyarakat di perkotaan dan perdesaan menjadi salah satu isu pendidikan nasional, sehingga peningkatan kualitas sarana prasarana sekolah dan kompetensi guru di perdesaan harus dikedepankan.
Pesan ini disampaikan Bupati Tegal Umi Azizah pada pelaksanaan workshop pendidikan tahun 2022 di Hotel Bahari Inn Tegal, Rabu (20/07).
Workshop untuk para guru sekolah dasar ini diselenggarakan oleh Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI atas prakarsa Komisi X DPR RI dengan mengangkat tema transformasi digital di era merdeka belajar.
Kesenjangan layanan pendidikan di perkotaan dan perdesaan di satu sisi menurut Umi menciptakan kesenjangan prestasi.
Hal ini terlihat dari torehan prestasi di ajang olimpiade fisika, matematika dan biologi yang hampir seluruhnya didominasi pelajar dari kota-kota besar.
Terutama dari sekolah-sekolah swasta modern yang biaya pendidikannya hanya bisa dijangkau oleh warga kelas menengah atas.
Meski demikian, Umi meminta agar seluruh stakeholders terkait tetap optimis dan fokus bekerja meminimalkan jurang kesenjangan pendidikan tersebut.
Terlebih di era kemajuan teknologi informasi yang nyata-nyata telah banyak mendisrupsi pola pembelajaran konvensional ke sistem digital.
“Kiranya ini yang jadi PR (pekerjaan rumah) besar kita tentang bagaimana menekan agar kesenjangan layanan pendidikan tidak semakin melebar dan secepatnya kita bisa mengungkit daya saing sumber daya manusia melalui jalur pendidikan yang pararel dengan kemampuan beradaptasi pada penggunaan teknologi digital yang saya rasa tidak mudah, juga tidak murah,” kata Umi.
Input teknologi internet dalam dunia pendidikan harus diimbangi dengan penguatan literasinya yang cepat dan tepat. Terutama bagi guru yang menurutnya jadi tantangan tersendiri.
Sebab menurut laporan Institute for Management Development (IMD), peringkat daya saing digital global (world digital competitiveness ranking) Indonesia tahun 2021 di Asia berada di urutan ketiga terendah dengan skor 50,17 poin. Angka ini hanya lebih tinggi dari Mongolia dan Filipina.
“Meskipun pengguna internet di Indonesia cukup tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya, tapi peringkat literasi masyarakatnya masih cukup rendah, termasuk keadaban atau etika dalam berinternetnya yang tergolong sangat rendah,” ujarnya.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya jumlah pengguna internet di Indonesia yang cukup tinggi, namun peringkat literasinya cukup rendah, termasuk etika dalam berinternet.
Umi mengungkapkan, indeks kesopanan digital (digital civility index) yang dirilis Microsoft beberapa waktu lalu dengan melibatkan 16.000 responden menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-29 dari 32 negara yang disurvei.
Semua ini menurutnya tidak terlepas dari bagaimana sistem pendidikan nasional dijalankan, termasuk learning loss akibat pandemi Covid-19.