Budaya korupsi di Indonesia bukan lagi hanya sekadar kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Ini ditunujkkan dengan kasus mafia minyak goreng yang menjerat Dirjen Daglu Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Fakta kasus korupsi terakhir yang dicermati, termasuk kasus mafia migor menunjukkan bahwa budaya korupsi sudah extraordinary and systematic measures tanpa hambatan prosedural birokratis lagi," kata pakar hukum pidana, Prof Romli Atmasasmita kepada wartawan, Minggu (24/4).
Itulah sebabnya, kata dia, upaya penahanan tidak hanya menjadi opsi dalam penegakan hukum kasus korupsi dengan dampak pada kerugian yang sangat besar.
"Strategi preventive detention. Penahanan bukan opsi, melainkan merupakan mandatory untuk menetapkan status tersangka yang diduga kuat telah melakukan pelanggaran bersifat administratif, berdampak kerugian perekonomian yang sangat besar dan tidak dapat dipulihkan kembali," tandasnya.
Dalam kasus dugaan korupsi ekspor CPO minyak goreng, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka, yakni Dirjen Daglu Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana.
Kemudian tiga tersangka lainnya dari pihak swasta, yakni Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group berinisial SMA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT; dan General Manager PT Musim Mas berinisial PT.
Kejaksaan Agung bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) masih menghitung potensi kerugian negara dalam kasus ini. Namun demikian, Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Boyamin Saiman menaksir negara merugi hingga Rp5,9 triliun. (rmol/zul)