Wacana penundaan Pemilu 2024 yang mulai didengungkan sejumlah pihak, mulai memicu perdebatan di klangan politisi dan akademisi. Jika akhirnya pemilu benar-benar ditunda, penyelenggara negara (eksekutif) yang masih legal di tingkat pusat hanya Panglima TNI dan Kapolri.
Kedua penyelenggara negara ini hanya dapat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan pertimbangan dan persetujuan DPR. Pernyataan itu diungkapkan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan, Minggu (27/2).
“Bagaimana cara menggantinya, Presiden dan DPR saja sudah tidak sah dan ilegal,” ujar Yusril.
BACA JUGA: 2 Partai Usul Penundaan Pemilu, Pengamat: Politisi Model Begini Jelas Membahayakan Presiden
Ditegaskan Yusril, TNI dan Polri saat ini bukan lagi ABRI zaman dulu yang berada di bawah satu komando, Panglima ABRI. TNI dan Polri sekarang terpisah dengan tugas masing-masing.
Selain itu, ungkap Yusril, juga punya komando sendiri-sendiri yang masing-masing bertanggung jawab secara terpisah kepada presiden. “Jika Presidennya sendiri sudah ilegal dan tidak sah, Panglima TNI dan Kapolri bisa pula membangkang kepada perintah Presiden yang ilegal itu.”
“Beruntung bangsa ini kalau Panglima TNI dan Kapolri kompak sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa pada saat yang sulit dan kritis,” sambung Yusril.
BACA JUGA: Kabinet Indonesia Maju Mulai Terbelah, Jokowi Juga yang Akan Menanggung Kerugian
Namun demikian, Yusri mengingatkan, jika kedua institusi ini tidak kompak, maka bisa terjadi pengambilalihan kekuasaan sementara oleh TNI dengan dalih untuk menyelamatkan bangsa dan negara.
Sebelumnya Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago juga menyoroti usulan dari dua partai terkait penundaan pemilu. Penundaan pemilu itu dianggapnya membahayakan bagi bangsa dan negara.
Pangi memandang baik pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, maupun Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, mengenai alasan penundaan pemilu adalah suatu pola pikir yang memiliki kesan politik yang kental.
BACA JUGA: Usul Pemilu 2024 Ditunda untuk Jerumuskan Presiden Jokowi?
"Politisi model begini jelas membahayakan presiden, pembisik yang sengaja mencoba menjebak presiden agar menjadi pemimpin otoritarian," tuturnya, Sabtu (26/2).
"Bahaya kalau presiden terpengaruh sama bisikan dan masuk perangkap jebakan politisi model seperti ini, ini sama saja menampar wajah presiden," demikian kata Pangi.
Menurutnya, suara-suara penundaan Pemilu Serentak 2024 yang digaungkan sejumlah ketua umum partai politik ditolak berbagai unsur masyarakat. Pasalnya, diduga wacana itu sarat kepentingan perpanjangan masa jabatan presiden.