Sebelas orang dari Kelompok Tunggal Jati Nusantara asal Kecamatan Sukorambi tewas usai mengikuti ritual maut di Pantai Payangan mendapat perhatian dari Bupati Jember Hendy Siswanto.
Dia menyayangkan insiden itu bisa terjadi. Dia juga menyayangkan, mengapa ritual itu harus ada dan dilangsungkan di pantai.
“Berbahaya sekali di situ (bibir Pantai Payangan,Red) malam dan pagi hari melakukan ritual, kami belum mengerti ritual apa itu. Kami masih mau bertemu beberapa orang dan bertanya detail mengenai perkumpulan ini,” kata Hendy, saat ditemui di lokasi kemarin.
Ritual yang terjadi itu sepintas mirip seperti yang terjadi pada tiga tahun lalu, di Pantai Paseban Kencong.
Namun yang kali ini kembali berulang dengan kelompok dan pengikut yang berbeda. Bupati Hendy juga mengakui demikian.
Hendy juga berencana bakal menemui pihak warga yang biasa mengelola dan menjaga tempat di sekitar pesisir pantai Payangan tersebut.
Sebab, dari informasi yang diperolehnya, para korban sempat diperingatkan oleh saksi mata di lokasi kejadian, namun tidak diindahkan.
“Kami dapat kabar dari nelayan bahwa mereka sudah memperingatkan, jangan ada ritual. Tapi tetap jalan, kami masih belum ketemu orangnya,” kata Hendy.
Dikutip dari Fajar, Hendy turun langsung ke lokasi, puskesmas, hingga ke sejumlah rumah keluarga korban.
Bupati serta Pemkab Jember pun turut berduka serta prihatin adanya insiden tersebut.
Bupati Hendy mengaku, dirinya baru mengetahui adanya perkumpulan jamaah tersebut.
Selain menyampaikan rasa duka terhadap 11 korban meninggal dan berhasil ditemukan itu, pihaknya juga tengah menantikan kabar terbaru hasil otopsi lebih lanjut dari pihak rumah sakit RSD dr Soebandi.
Pihaknya mengaku bakal melakukan upaya-upaya lanjut untuk masyarakat, khususnya yang berada di sekitar bibir pantai, sekaligus meminta kerja sama mereka agar lebih aktif mensosialisasikan atau memberikan imbauan terhadap pengujung.
“Kami akan lakukan pembinaan lagi kepada masyarakat sekitar. Kadang-kadang di pantai saat pagi hari itu tidak ada yang menjaga, apalagi sekarang musim-musim ombak besar, orang nelayan sendiri tidak ada yang ke pantai,” jelas orang nomor satu di Jember ini. (Rtc/ima)