Tahun Komitmen

Jumat 31-12-2021,08:10 WIB

Kerabat pergi.

Yang tinggal hanya sepi.

Ayah mengajak saya duduk di emper. Di atas balai-balai bambu –amben. Lantai tanah masih basah, bekas kebanyakan disiram air agar tidak berdebu.

"Dakelan... ," kata ayah saya membuka pembicaraan. Ia tidak bisa mengucapkan ''h'' yang berat di nama Dahlan. "Tahukah kamu kenapa ketika semua orang tadi menangis ayah tidak menangis?"

Saya diam.

"Sebetulnya ayah tadi juga ingin menangis. Tapi ayah ingat pesan guru. Harus bisa mengikhlaskan apa saja," katanya.

Saya masih diam.

"Ayah tadi tidak menangis karena sedang berlatih ikhlas. Ikhlas itu harus dilatih," tuturnya. "Agar kelak, ketika kita menghadapi sakaratul maut, meregang nyawa, kita sudah terlatih untuk ikhlas."

Ayah begitu fasih menirukan kata-kata gurunya. Guru yang dimaksud ayah adalah dalam pengertian guru spiritual: guru tarekat Syatariyah.

"Ayah khawatir, kalau kehilangan mbakyumu saja tidak ikhlas bagaimana kehilangan nyawa kelak," ujar ayah.

Ikhlas harus dilatih. Latihan ikhlas harus dilakukan.

Kata-kata ayah itu terus terngiang sampai saya besar. Sampai sekarang.

Berarti bersabar juga harus dilatih. Tersenyum juga harus dilatih. Mengucapkan terima kasih harus dilatih.

Latihan seumur hidup. Untuk menghadapi sakaratul maut kelak.

Komitmen juga harus dilatih.

Menulis di Disway setiap hari adalah latihan bagi saya untuk terus bisa memegang komitmen.

Tags :
Kategori :

Terkait